MATAMAJA.COM//Jakarta – Menteri Keuangan era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Chatib Basri, mengaku banyak yang bertanya mengenai isu dedolarisasi di sejumlah negara. Menurut dia, peran mata uang Renminbi alias Yuan China diproyeksi dapat menggantikan peran dolar Amerika Serikat (USD).
“Apakah dedolarisasi akan terjadi? Menurut saya peran dari mata uang Renminbi secara gradual memang akan meningkat, namun dibutuhkan waktu yang amat panjang untuk menggantikan US dolar,” kata Chatib dalam unggahan Instagram pribadi @chatibbasri, dikutip Minggu (21/5).
Lebih lanjut, Chatib menyebut ada tiga alasan mengapa dedolarisasi antara yuan dan USD memerlukan waktu yang panjang. Pertama, base dari Renminbi saat ini masih sangat kecil. Sementara isu Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT), masih didominasi oleh dolar AS dan Euro yang memiliki presentase 40 persen. Di sisi lain, peran dari China dalam global aset, baru mencapai 4 persen.
“Akibatnya base yang kecil ini jika kemudian negara-negara ingin beralih dari dolar AS ke Renminbi, maka akan timbul transaction cost,” terang Chatib.
Faktor kedua, jika Renminbi digunakan oleh seluruh negara di dunia, China harus melakukan capital account liberalisation. “Tanpa itu, Renminbi tidak fully convertable,” imbuhnya.
Ketiga, Chatib melihat yang sering menjadi perdebatan adalah apa yang disebut sebagai triffin dillema.
“Jika mata uang Cina diinginkan beredar di negara lain maka Cina harus menjalankan current account deficit, apakah China bersedia melakukan?” jelas dia.
BI Klaim Indonesia Sudah lebih Dulu Lakukan Dedolarisasi
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menegaskan, Indonesia sudah lebih dulu mengimplementasikan dedolarisasi melalui kebijakan local currency transaction atau LCT.
“Indonesia sudah mengurangi penggunaan dolar AS atau yang banyak disebut dengan dedolarisasi dengan LCT,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Selasa (18/4).
“LCT berarti menggunakan mata uang lokal dalam perdagangan, investasi. Bahkan kami ingin bangun ASEAN Payment Connectivity,” imbuhnya.
Perry menjelaskan, Indonesia sendiri sudah melakukan kerja sama dengan empat negara ASEAN yakni Malaysia, Thailand, Singapura, dan Filipina dalam melaksanakan LCT.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti menjelaskan, transaksi LCT Indonesia dengan Jepang hingga Februari 2023 atau dalam dua bulan tembus USD 957 juta.
Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata tahun 2022 sebesar USD 350 juta per bulan. Sementara jumlah pelakunya tumbuh dari 1.740 menjadi 2.014.
“LCT antara Indonesia dengan negara mitra akan semakin meningkat didorong oleh perekonomian Tiongkok yang membaik dan kerja sama baru dengan Korea Selatan,” kata Destry.
Ket. Foto:
Chatib Basri. Foto: Youtube/Low Carbon Development Indonesia (LCDI)
Sumber: kumparan.com
Artikel ini tayang di jaringan media Matamaja Group
https://matamaja.com/
https://ppnews.id/
https://otoritas.id/
https://buser.id/
https://buser.co.id/
https://buser.web.id/
https://buserjatim.com/
https://buserjabar.com/
https://intelejen.id/
https://gardapublik.com/
https://gardahukum.com/
https://libaz.id/
https://tnipolri.com/
https://libaz.id/
https://ainews.id/
https://lacakberita.com/
https://awasjatim.com/
https://beritamadiun.id/
https://suaramajalengka.com/
https://realistis.id/
https://gmbinews.com/
https://newscobra07.com/