Ngawi ,- Perjalanan kasus kematian yang dialami oleh Nira Pranita Asih, warga Desa Gendingan, Kecamatan Widodaren, Ngawi, usai mencabut gigi bungsu di sebuah klinik, pada ( 27/5/2024 ) silam, kini mulai mendapat sorotan dari beberapa organisasi masyarakat. Hal ini tak lepas sudah diberhentikannya, proses hukum kasus tersebut oleh pihak Kepolisian Polres Ngawi.
Dan untuk merespon turunnya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) oleh pihak Kepolisian pada kasus tersebut, puluhan masa yang tergabung dalam aksi “justice for nira” melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Ngawi.
Dalam aksinya, puluhan masa tersebut menggelar aksi treaterikal, dengan menaburkan bunga ke foto korban yang berada di atas kain kafan. Ditengah aksi teaterikal itu, Davin Ahmad Sofyan yang tak lain suami korban tidak kuasa menahan tangis sambil menggendong anak korban.
Dan dihadapan awak media, Davin, menyampaikan tuntutannya untuk mendapatkan keadilan terhadap kasus tragis yang menimpa istrinya. Selain itu dia juga merasa kecewa terhadap turunnya surat sp3 dari pihak kepolisian.
“dalam aksi ini, tuntutan aksi saya adalah, mengingatkan bahwa keadilan ii harus ada di negeri ini, tidak hanya hukum itu untuk orang atas saja. Sampai saat ini saya dan istri saya belum pernah mendapatkan keadilan. Dan dari aksi ini, kami akan yakin dan buktikan bahwa keadilan ada di negeri ini,”terangnya.
Disamping itu, Davin juga menuturkan jika kematian istrinya pada saat itu, akibat infeksi pada saluran pernafasan dan paru – paru, usai pencabutan gigi bungsu yang dilakukan di klinik Dokter berinisial S-W.
“ rentang waktu 3 – 4 bulan setelah cabut gigi di klinik milik dokter itu, istrinya mengeluh sesak nafas dan bengkak pada bagian leher, ada infeksi saluran pernafasan dan paru-paru, dan akhirnya pada 27 mei, istri saya meninggal. Dan setelah delapan bulan kasus ini, tidak ada keadilan sama sekali, dan pada rabu kemarin, surat Sp3 justru keluar, sangat tidak beretika menurut saya,”jelasnya.
Terpisah, Kasat Reskrim Polres Ngawi, AKP. Joshua Peter Krisnawan, saat ditanya awak media, mengenai alasan terbitnya Sp3 pada kasus tersebut, menjelaskan bahwa adanya surat Sp3 ini, atas dasar adanya rekomendasi dari Majelis Disiplin Profesi (MDP), yang menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh terlapor sudah sesuai standart, sehingga tidak ditemukan peristiwa pidana.
“ berawal dari laporan pelapor, atas dugaan malpraktek setelah pencabutan gigi bungsu. Kami telah melakukan penyelidikan dan mengungkap fakta-fakta kejadian secara utuh. Setelah menindaklanjuti dan sesuai amanat Undang-undang No 17 tahun 2023, tentang kesehatan. Jadi penyidik diharuskan mendapatkan rekomendasi mengenai profesi kedokteran dari MDP terlebih dahulu, dan untuk rekomendasi yang kita dapat, bahwa tindakan yang dilakukan oleh terlapor sudah sesuai standart,”jelasnya.
Disamping itu, menanggapi terbitnya Sp3 tersebut, pihak Kuasa Hukum pelapor, akan mengambil langkah hukum ke jalur Praperadilan serta berkirim surat ke Kapolri.
“ Dan sebagai upaya hukum kami, kami akan bersurat ke Kapolda, Propam Mabes Polri, Kapolri. Selain itu, kami juga akan mengambil upaya hukum untuk ke Praperadilan,”jelas Bibih Haryadi, Kuasa Hukum Pelapor. (Ads).