Matamaja Group//Jakarta. Kementerian Keuangan mengalokasikan Rp7,8 triliun untuk bansos pangan yang disalurkan kepada keluarga tak mampu pada Ramadan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengingatkan instansi teknis terkait untuk mengantisipasi terjadinya kenaikan inflasi pada Ramadan dan Idulfitri 1444 Hijriah. Secara musiman, hari besar keagamaan nasional menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya inflasi nasional.
Sebab pada momen tersebut terjadi kenaikan fluktuasi harga dan kenaikan permintaan masyarakat. Sementara itu, tiga komoditas pangan seperti beras, cabai, dan minyak goreng pelan-pelan harganya terus merangkak naik sejak awal tahun.
Bahan pangan, makanan jadi, serta transportasi akan menjadi kelompok komoditas yang memberikan dampak kepada inflasi di bulan Ramadan dan Idulfitri pada 2023. “Jadi mungkin ini yang perlu kita waspadai bersama,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini, dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Jakarta pada Senin (13/3/2023).
BPS menyatakan, perubahan konsumsi makanan/minuman masyarakat terjadi pada 23 hari atau tiga minggu sebelum Idulfitri. Tingkat konsumsi makanan/minuman masyarakat akan mencapai puncak pada H-19 sebelum Idulfitri.
Akhir efek Ramadan terlihat sekitar dua hari sebelum Idulfitri beralih ke konsumsi transportasi pulang kampung. Tren kenaikan konsumsi mulai hilang kira-kira 15 hari atau dua minggu setelah Idulfitri.
Merujuk dari data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP), ada tiga komoditas pangan yang cenderung meningkat konsumsinya di bulan Ramadan. Yaitu, daging sapi, daging ayam ras, dan cabai merah. Ketiga komoditas ini sudah mulai menunjukkan peningkatan harga menjelang Ramadan.
Pudji Ismartini menuturkan, bila ditarik ke tahun-tahun sebelumnya, maka inflasi tertinggi terjadi di bulan Ramadan, kecuali 2020 dan 2021, karena adanya masa pandemi Covid-19.
Berdasarkan historis, sebagian besar kota mengalami inflasi pada Ramadan, dengan inflasi tinggi dominan terjadi di kota-kota di luar Pulau Sumatra dan Jawa. Sementara itu, BPS mengungkapkan ada empat komoditas yang menjadi penyumbang inflasi di pekan kedua Maret 2023.
BPS mencatat, komoditas cabai rawit mengalami kenaikan harga di 109 kabupaten/kota pada minggu kedua Maret 2023. Ada 10 kabupaten/kota dengan potensi kenaikan harga cabai rawit tertinggi, yaitu Bolaang Mongondow Selatan (Sulawesi Utara/Sulut), Buton Utara (Sulawesi Tenggara/Sultra), Minahasa (Sulut), Tomohon (Sulut), Gorontalo (Gorontalo), Minahasa Selatan (Sulut), Bolaang Mongondow (Sulut), Minahasa Utara (Sulut), Bone Bolango (Gorontalo), dan Kepulauan Sangihe (Sulut).
Komoditas beras mengalami kenaikan harga di 92 kabupaten/kota pada minggu kedua Maret 2023. Terdapat 10 kabupaten/kota dengan potensi kenaikan harga beras tertinggi, yaitu Manggarai Timur (Nusa Tenggara Timur/NTT), Alor (NTT), Manggarai Barat (NTT), Buton Utara (Sultra), Manggarai (NTT), Kolaka Utara (Sultra), Muna (Sulawesi Selatan/Sulsel), Wajo (Sulsel), Buton Tengah (Sultra), dan Malaka (NTT).
Komoditas cabai merah mengalami kenaikan harga di 80 kabupaten/kota pada pekan kedua Maret 2023. Ada 10 kabupaten/kota dengan potensi kenaikan harga cabai merah tertinggi, yaitu Nias (Sumatra Utara/Sumut), Subulussalam (Aceh), Polewali Mandar (Sulawesi Barat/Sulbar), Enrekang (Sulsel), Pinrang (Sulsel), Toli-toli (Sulawesi Tengah/Sulteng), Maluku (Maluku Tengah), Soppeng (Sulsel), Pakpak Bharat (Sumut), dan Mamasa (Sulbar).
Komoditas minyak goreng mengalami kenaikan harga di 40 kabupaten/kota pada minggu kedua Maret 2023. Daftar 10 kabupaten/kota dengan potensi kenaikan harga minyak goreng tertinggi, yaitu Flores Timur (NTT), Ende (NTT), Muna (Sultra), Manokwari Selatan (Papua Barat), Mamasa (Sulbar), Konawe Selatan (Sultra), Seram Bagian Barat (Maluku), Kotawaringin Barat (Kalimantan Tengah), Konawe (Sultra), dan Minahasa Tenggara (Sulut).
Mitigasi Inflasi
Untuk memitigasi dampak dari kenaikan harga komoditas global kepada ekonomi nasional, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, pemerintah juga melakukan berbagai extra effort pengendalian inflasi melalui forum Tim Pengendali Inflasi Pusat dan Tim Pengendali Inflasi Daerah.
Melalui strategi kebijakan 4K, yakni keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif, inflasi Indonesia pada 2022 mampu terkendali pada level 5,5% (year on year). Oleh karena itu, pemerintah lewat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) siap mengalokasikan Rp7,8 triliun untuk bantuan sosial (bansos) pangan yang disalurkan pada Ramadan.
Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya inflasi serta menekan angka kemiskinan. “Tujuan bansos pangan adalah untuk mengendalikan inflasi dan harga beberapa komoditas pangan di tingkat produsen,” ucap Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (14/3/2023).
Pemerintah sudah menargetkan akan melaksanakan penyaluran paket beras, telur, dan ayam ras pada Maret, April, dan Mei 2023. Upaya penyaluran bansos pada Ramadan dilakukan untuk mengantisipasi kenaikan inflasi dan menjaga daya beli masyarakat. Khususnya, masyarakat menengah bawah yang termasuk dalam peserta program keluarga harapan (PKH) dan penerima bantuan pangan nontunai (BPNT) yang dikelola Kemensos.
Bulog yang akan menyediakan beras untuk bansos pangan ini. “Caranya kami akan bagikan beras secara gratis kepada keluarga penerima manfaat yang ada dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS), itu diperkirakan akan diberikan kepada 21,3 juta keluarga untuk saat ini,” ungkap Dirjen Anggaran Kemenkeu.
Adapun untuk pembagian daging ayam dan telur secara gratis, akan diberikan kepada keluarga dengan balita atau anak yang berpotensi mengalami stunting atau tengkes. Pemerintah memperkirakan pembagian daging ayam dan telur gratis disalurkan untuk 2,1 juta keluarga berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). (indonesia.go.id)
Artikel ini tayang di jaringan media Matamaja Group