JAKARTA, BUSERJATIM.COM– Istana merespons kritik dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengenai Pasal 47 dalam Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI). Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menilai kekhawatiran yang disampaikan koalisi tersebut tidak berdasar.
“Kekhawatiran Koalisi Masyarakat Sipil terhadap Pasal 47 UU TNI tidak beralasan,” kata Hasan dalam keterangan tertulis, Kamis (13/3/2025).
Hasan menegaskan bahwa dalam draf RUU TNI tersebut tidak terdapat penambahan frasa yang memungkinkan prajurit aktif TNI untuk menduduki jabatan di kementerian atau lembaga lain berdasarkan kebijakan presiden.
“Tidak ada penambahan frasa bahwa TNI aktif bisa menduduki jabatan di kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan presiden,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hasan menjelaskan bahwa dalam draf RUU TNI itu terdapat penambahan empat posisi baru yang dapat diisi oleh perwira aktif, selain 10 posisi yang sudah diatur dalam undang-undang sebelumnya. Menurutnya, seluruh posisi tersebut berkaitan erat dengan keahlian dan kompetensi TNI.
“Dalam draf UU TNI Pasal 47 ayat 1, selain 10 posisi jabatan yang ada dalam undang-undang sebelumnya, ada penambahan empat posisi yang dapat diduduki oleh perwira aktif. Namun semuanya terkait dengan keahlian dan kompetensi TNI, seperti Jaksa Agung Muda Pidana Militer di Kejaksaan Agung, kamar peradilan militer di Mahkamah Agung, pengawasan penegakan hukum sumber daya kelautan di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Dewan Pertahanan Nasional,” jelasnya.
Sejauh ini, pembahasan RUU TNI masih terus berlangsung dan menuai berbagai respons dari berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil yang menyoroti potensi dampaknya terhadap reformasi sektor keamanan.