Sendang Kaputren Gagar: Petilasan Sakral Penuh Misteri di Ngawi

BUSERJATIM GRUP –

Ngawi, Jawa Timur – Di balik hening dan tenangnya suasana pedesaan di Kecamatan Jogorogo, Kabupaten Ngawi, tersimpan sebuah tempat sakral yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Tempat itu dikenal sebagai Sendang Kaputren Gagar, yang terletak di Dukuh Gagar RT 03/01, Desa Ngrayudan. Bukan sekadar sumber mata air biasa, Sendang ini menyimpan berbagai kisah sejarah dan misteri yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Bacaan Lainnya

Bagi warga Kecamatan Jogorogo dan sekitarnya, Sendang Kaputren Gagar bukanlah hal yang asing. Tempat ini telah lama dijaga dan dirawat sebagai salah satu petilasan yang sakral, dan banyak orang datang ke sana untuk ziarah maupun sekadar mencari ketenangan di tengah alam yang sejuk.

Dalam penelusuran kami berkesempatan bertemu dengan salah satu sosok yang memiliki pengetahuan mendalam tentang sejarah Sendang ini. Nanting Ismiyati, putri dari mantan Kepala Desa Ngrayudan era tahun 1970-an, Dulmanap, bercerita panjang lebar tentang latar belakang dan makna sakral dari Sendang Kaputren Gagar.

Kisah Sendang Kaputren Gagar dan Sejarahnya

Menurut Nanting Ismiyati, Sendang Kaputren Gagar menyimpan cerita yang mirip dengan legenda Roro Jonggrang, sebuah kisah klasik Jawa yang melibatkan putri cantik, kerajaan, dan kisah cinta yang tragis. Di era kepemimpinan almarhum Dulmanap, sang ayah dari Nanting, Sendang ini sudah dianggap sebagai tempat sakral. Bahkan hingga saat ini, masyarakat masih melakukan tradisi tahunan berupa “Bersih Desa,” di mana warga Dukuh Gagar berkumpul untuk melakukan ritual nyekar atau tabur bunga di sekitar sendang petilasan ini.

“Meskipun zaman sudah modern, Sendang Kaputren Gagar tetap dipertahankan keasliannya. Tidak ada pemugaran atau perubahan besar pada sendang ini, sehingga kondisinya masih terlihat asli seperti dulu,” ungkap Nanting. Ia juga menjelaskan bahwa Sendang ini tidak berbentuk layaknya sendang pada umumnya. Alih-alih sebuah mata air yang jernih, Sendang Kaputren Gagar hanya berupa batu persegi yang tengahnya cekung. Meski sederhana, tempat ini tetap dikeramatkan oleh masyarakat sekitar.

Kejadian Mistis dan Bencana Alam

Selain cerita mengenai kesakralan sendang, Nanting juga mengenang sebuah peristiwa yang cukup mengejutkan terjadi pada tahun 1981. Desa Ngrayudan dilanda bencana alam berupa angin puting beliung yang memporak-porandakan wilayah tersebut. Bagi sebagian warga, bencana ini dikaitkan dengan hal-hal yang sifatnya mistis. Ada anggapan bahwa mungkin ada warga yang melanggar aturan atau larangan tertentu, sehingga bencana datang tiba-tiba.

“Sejak kejadian itu, masyarakat semakin menjaga sendang ini dengan hati-hati. Mereka percaya bahwa setiap tindakan harus penuh dengan rasa hormat agar tidak terjadi hal-hal buruk,” ujar Nanting.

Petilasan Lain yang Sakral di Ngrayudan

Sendang Kaputren Gagar bukan satu-satunya tempat sakral di Desa Ngrayudan. Nanting menjelaskan bahwa di desa ini masih banyak petilasan lain yang juga dianggap angker dan penuh misteri. Bagi siapa pun yang ingin berkunjung, ia berpesan untuk selalu menjaga adab dan sopan santun, terutama ketika berada di area-area keramat tersebut. “Menghormati adat setempat dan alam sekitar adalah kunci untuk menjaga harmoni dan keselamatan,” tambahnya.

Harapan dan Pesan

Ibu Nanting berharap bahwa keberadaan Sendang Kaputren Gagar ini tidak hanya menjadi tempat ziarah, tetapi juga bisa menjadi destinasi wisata religius. Selain sebagai tempat untuk memanjatkan doa kepada Sang Pencipta, suasana sekitar petilasan juga menawarkan ketenangan dan udara yang sejuk. Kondisi alam yang asri membuatnya menjadi tempat ideal untuk merasakan kedamaian batin.

“Saya berharap, semakin banyak orang yang berkunjung ke petilasan ini. Bukan hanya untuk mencari berkah, tetapi juga untuk menikmati keindahan alam dan ketenangan yang ditawarkan oleh tempat ini,” pungkasnya.

Sendang Kaputren Gagar bukan sekadar simbol dari warisan masa lalu, melainkan juga cerminan dari kepercayaan masyarakat yang masih menjaga hubungan erat dengan sejarah, alam, dan tradisi. Di tengah modernisasi yang melaju pesat, keaslian dan kesakralan tempat ini tetap dipertahankan, menyuguhkan kisah yang akan terus hidup dalam ingatan generasi mendatang.

Red

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *