Majalengka, Bisnis limbah berupa kain majun, kardus, plastik dari industri, memang sangat menjanjikan keuntungan. Yang mana berbagai limbah dari industri garmen tersebut bisa di daur ulang, dengan harga jual kepada buyer yang cukup menjanjikan keuntungan. Tak luput para investor dari luar kota, ataupun dalam kota Majalengka sendiri berlomba lomba ingin menjalin kerjasama dengan pengelola limbah untuk menjalin Mo u dalam bisnis limbah pabrik garmen tersebut guna mendapatkan keuntungan.
Seperti apa yang saat ini sedang berjalan didaerah desa gunungsari kecamatan kasokandel, berbagai jenis limbah yang terdapat di PT L*G yang kini dikelola oleh warga desa gunungsari, sebagai pendana yang mengatas namakan lingkungan desa gunungsari setersebut diduga terus menuai kontroversi. Pasalnya dari pihak perwakilan yang dipercaya oleh pihak desa gunungsari sebagai pengelola limbah, dan berikut sebagai pendana yang direkomendasi oleh kepala desa Nana Suryana, diduga tidak mengedepankan kepentingan masyarakat.
Menurut narasumber dari keuntungan pengelolaan limbah yang telah terjalin antara pihak lingkungan dengan pihak PT L*G tersebut, H*ni dan S*si sebagai pengelola perwakilan dari pihak desa gunungsari dituding memperkaya diri.
Bahkan saat narasumber mengungkapkan kepada pihak media 15/11, bisnis yang ber omset kurang lebih perbulan bisa mencapai (Satu Miliar Rupiah) yang dikelola oleh perwakilan dari pihak desa gunungsari atas nama ibu S*si dan ibu H*ni, yang juga melibatkan dari pihak PT L*G dengan nama Ag*s. Dituding tidak kantongi izin atau legalitas yang jelas. Ungkapanya
Masih dengan narasumber menurut dia, dari hasil keuntungan yang disalurkan oleh S*si dan H*ni hanya sedikit, itupun melalui pemerintah desa, terus uang miliaran rupiah perbulan dikemanakan uangnya kalau bukan mementingkan keuntungan pribadi. Katanya
‘Iya gitu pak, otak bisnis limbah L*G itu si H*ni main dengan orang L*G nya namanya A*us, semua limbah yang ada di PT L*G plastik, kardus, kain majun dan lain-lain. S*si, Y*ni asli warga gunungsari, mereka mengatasnamakan lingkungan. Sedangkan secara aturan kalau mengatasnamakan lingkungan, harus diketahui maupun di berikan mandat oleh beberapa perwakilan dari tiap dusun, dan jelas legalitasnya. Sedangkan ini tidak ada bukti legalitasnya. Untuk hasil dari penjualan limbah, harusnya itu hasil limbah, bisa dirasakan semua elemen masyarakat desa gunungsari sebagai pengganti CSR, bukan sebaliknya dinikmati sendiri. Total sebulan 150ton x 1800 per kilogram, belum ditambah lagi dagingnya. Itu permainan antara yang dipercaya oleh pihak L*G A*us dan perwakilan dari pihak desa ibu S*si, dan ibu Ye*i” ujarnya
Sementara saat Hen*i dihubungi melalui sambungan pesan aplikasi watshap oleh awak media guna kepentingan konfirmasi, selalu melemparkan ke ibu S*si. “Mohon maaf bapa,alangkah baiknya konfirmasi dengan ibu susi langsung,supaya lebih akurat. Nanti ini saya sampaikan sama bu S*si. Ucapnya
Saat sedang proses konfirmasi, melalui pesan watshapnya diduga He*i malah memblokir nomor awak media
Karena tidak ada jawaban klarifikasi dari H*ni, awak media berupaya untuk mencari akses guna kepentingan konfirmasi kepada S*si. Pada hari Senin 05/12 awak mencoba menghubungi S*si melalui sambungan pesan aplikasi watshapnya. Namun hal itu tidak sesuai apa yang diharapkan, sampai berita ditayangkan, S*si sama sekali tidak merespon apa yang dipertanyakan oleh pihak media. 06/12
(Tim/red