JOMBANG, BUSERJATIM.COM – Rabu 8 Desember 2022 malam, bertempat di aula Balai Desa Tambakrejo Kec/Kab Jombang, diadakan rapat koordinasi terkait pengaduan masyarakat guna membahas tindak lanjut tentang kasus penggandaan E-KTP oleh salah satu oknum perangkat desa inisial ZL.
Rapat di hadiri oleh Kepala desa, Camat, Inspektorat, BPD, warga, korban dan ZL sebagai pelaku.
Bahkan beberapa waktu yang lalu tepatnya hari kamis (20/10/22) korban sudah melapor ke Polres Jombang, serta hari selasa (22/11/22) warga juga sudah melakukan dumas ke Inspektorat Jombang.
Dalam rapat tersebut menghasilkan keputusan yang tidak bisa di terima warga, hasil dari rapat tersebut di nilai sangat mengecewakan warga Desa Tambakrejo, dimana tuntutan warga dalam dumas ke Inspektorat menghendaki kalau ZL di copot dari jabatannya, warga juga mengharap ZL di proses sesuai dengan pasal yang berlaku.
Salah satu warga yang hadir dalam rapat tersebut pada media mengatakan, “kita sebagai warga desa Tambakrejo merasa kecewa, karena keputusan kepala desa di nilai tidak sesuai dengan harapan warga, kepala desa hanya memberi surat peringatan saja”. Ujarnya
Persoalan yang membuat warga kecewa adalah, kenapa kepala desa kok hanya memberi SP saja ? padahal harapan warga perangkat tersebut minta di copot dari jabatannya atau di berhentikan dan di proses sesuai dengan pasal yang berlaku.
Sementara itu Kepala Inspektur Kabupaten Jombang Nindy Agung saat di konfirmasi awak media via WA Selasa (20/12/22) mengatakan, kami sudah ke desa dan bertemu pak kades, pak camat dan perangkat desa. Dan juga memberi pengarahan kepada kepala desa untuk memberikan sanksi kepada perangkat desa tersebut. Karena yang memiliki kewenangan terhadap pemberian sanksi terhadap perangkat desa adalah kepala desa.
Semua kewenangan ada di kepala desa dan bilamana sampai proses pemberhentian harus ada rekomendasi dari camat. Dan untuk ranah pidananya domain ke APH. Ujarnya via WA
Sampai berita ini di turunkan Kepala desa Tambakrejo M. Nasir Fadilah sulit di hubungi, seolah olah mengabaikan tim media.
Penyalahgunaan dan pemalsuan kartu tanda penduduk E-KTP dapat di jerat dengan hukuman pidana, bahkan pelakunya bisa di jerat dengan ancaman penjara 10 tahun. Ketentuan pidana untuk pihak yang menyalahgunakan dan memalsukan dokumen kependudukan diatur dalam pasal 95B UU No. 24/2013 tentang administrasi kependudukan.
Aturan tersebut juga mengatur ketentuan pidana kepada pihak yang memerintahkan, memfasilitasi dan melakukan manipulasi data kependudukan dengan ancaman penjara 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 75 juta.
(Bersambung)
Pras (tim)