JOMBANG – Pemerintah Indonesia melalui program Nawa Cita Pemerintah Republik Indonesia telah menggelontorkan Dana Desa mulai tahun 2015 sampai saat ini sebagai implementasi dari UU Desa No.6 Tahun 2014. Dimana UU Desa telah menempatkan desa sebagai ujung tombak pembangunan kesejahteraan masyarakat.
Desa memilliki kewenangan penuh dalam mengelola potensi yang di milikinya guna meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dana desa mulai banyak manfaatnya di tahun berjalan ini, selain nominal yang setiap tahun meningkat tetapi lebih pada tujuannya yang sangat bermanfaat untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.
Namun hal tersebut berbeda dengan yang terjadi pada Desa Catak Gayam Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang.
Di mana banyak pelanggaran terjadi, yang tidak sesuai dengan undang undang dan peraturan peraturan lainnya pada kegiatan pembangunan jalan makadam di Desa Catak Gayam.
Dimana dana desa yang bersifat swakelola dan berbasis pada sumber daya desa yang seharusnya pelaksanaan pembangunannya untuk pemberdayaan masyarakat desa. Mengutamakan pelaksanaan secara mandiri dengan mengutamakan tenaga, pikiran, dan ketrampilan warga desa dan kearifan lokal. Namun pada kenyataannya pelaksanaan pembangunan tersebut di serahkan dan dialihkan penuh kepihak ketiga tanpa proses yang benar dan bahkan tidak melibatkan warga desa setempat sama sekali. Jelas ini melanggar UU No.6 tahun 2014 , PP No. 43 tahun 2014.juga Perbup Jombang No. 36 tahun 2020 tentang tata cara pengadaan barang dan jasa.
Yang seharusnya pekerja berasal dari masyarakat setempat, tetapi dalam konteksnya kegiatan tersebut malah di serahkan pihak ketiga dengan dalih tidak ada warga desa tersebut yang mau bekerja, sulit mencari pekerja di desa tersebut. Padahal masyarakat desa tersebut berharap supaya bisa di pekerjakan agar pemberdayaan masyarakat dan pembangunan di desa tersebut bisa lebih efektif.
Ini menunjukkan lemahnya fungsi pembinaan dan pengawasan juga pencegahan dari pihak Kecamatan Mojowarno dan inspektorat Kabupaten Jombang.
Jadi sudah jelas bahwa peran dari pihak BPD juga 3 pilar tersebut tidak berfungsi dalam mengawal serta mengawasi program dari pusat ke pemerintah desa.
Selain hal dasar yang di langgar oleh pemerintah desa tersebut juga terdapat pelanggaran pelanggaran lain.
Bagaimana pembangunan bisa maju dan efektif di dalam pelaksanaan pembangunan desa kalau semua pekerjaan yang bersifat swakelola di borongkan ke pihak ketiga dengan berbagai macam alasan untuk mengelabuhi masyarakat.
Bahkan lebih ironisnya lagi bangunan jalan makadam tersebut, terkesan fiktif dan hanya bangunan jalan lama yang terbentang dan tidak ada bekas adanya pembangunan makadam yang baru di sekitar area jalan tersebut.
Selanjutnya tim media menuju kantor Desa Catak Gayam untuk konfirmasi kepada Sugeng selaku kepala desa Catak Gayam.
Di dalam wawancara dengan tim media Sugeng mengatakan “memang proyek tersebut saya borongkan ke pemborong yang bernama Faris seorang pengacara mas, karena Faris juga membantu pemdes Catak Gayam untuk menghadapi dan menghalau wartawan yang mau mengusik pembangunan di desa ini”. Ujarnya, Kamis (26/10/23).
Pras(tim)