ICW Dkk Ancam Gugat PKPU soal Beri Ruang Eks Napi Jadi Caleg ke MA

MATAMAJA GROUP//Jakarta – ICW dkk mengkritik Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD (PKPU 10/2023) dan Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPD.

 

Bacaan Lainnya

Dalam dua aturan itu, KPU disebut menyelundupkan pasal yang membuka celah mantan terpidana korupsi untuk maju sebagi caleg tanpa melewati masa jeda waktu 5 tahun.

 

“ICW bersama dengan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, PUSAKO FH UNAND, dan Komite Pemantau Legislatif mendesak agar KPU RI segera membatalkan PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dan PKPU Nomor 11 Tahun 2023,” tulis ICW dalam keterangannya, Senin (22/5).

 

ICW juga mendesak KPU tidak lagi mencantumkan syarat berupa menjalani masa hukuman pencabutan hak politik dan tetap berpegang pada putusan Mahkamah Konstitusi berupa melewati masa jeda waktu lima tahun bagi mantan terpidana korupsi yang ingin maju sebagai calon anggota legislatif.

 

“Jika desakan di atas tidak kunjung dipenuhi, maka kami akan melakukan uji materi dua PKPU tersebut ke Mahkamah Agung.”

 

ICW menilai KPU terlihat seperti sedang ingin mencoreng nilai integritas dalam Pemilu. Sebab, MK melalui putusannya berupaya untuk menghadirkan calon anggota legislatif yang rekam jejak hukumnya bersih, setidaknya 5 tahun terakhir.

 

“Namun upaya itu justru dirusak oleh KPU dengan memperbolehkan mantan terpidana korupsi mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif,” kata ICW.

 

KPU juga dinilai ICW berpihak pada koruptor dan mengabaikan pemberian efek jera kepada pelaku korupsi. Patut dipahami, masa jeda waktu 5 tahun bagi mantan terpidana korupsi dapat dipandang sebagai rangkaian pemberian efek jera bagi mereka.

 

“Ini merupakan hukuman di luar pidana pokok sebagai pembalasan atas praktik kejahatan yang telah dilakukan. Selain itu, KPU seolah menutup mata dengan ringannya vonis, khususnya pencabutan hak politik, bagi terdakwa yang berasal dari klaster pejabat,” tutur ICW.

 

Berdasarkan data ICW pada 2021, dari total 55 terdakwa yang berasal dari klaster politik, praktis hanya 31 orang saja yang dijatuhi hukuman pencabutan hak politik. Rata-rata hukuman pencabutan hak politik juga sangat rendah, yakni 3 tahun 5 bulan.

 

“Oleh karena itu, jika dua PKPU tersebut dibiarkan, bukan tidak mungkin akan banyak mantan terpidana korupsi dapat lebih cepat mengikuti kontestasi politik,” kritik ICW.

 

KPU juga dianggap melanggar hak masyarakat untuk mendapatkan wakil rakyat yang berintegritas.

 

Dalam hal ini, ICW mengatakan penting untuk KPU ketahui bahwa praktik korupsi politik kian masif dan gencar terjadi belakangan waktu terakhir.

Berdasarkan data KPK, dari total 1.519 tersangka, satu per tiga atau 521 orang di antaranya berasal dari klaster politik.

 

Oleh sebab itu, ICW memandang kebijakan KPU mengeluarkan dua PKPU dapat disimpulkan bahwa penyelenggara pemilu tidak mendukung upaya penuntasan praktik korupsi politik.

 

Apabila tidak segera ditanggulangi, akan semakin sulit pula untuk menangkis kesimpulan bahwa KPU, di masa jabatan 2022-2027, telah terkooptasi oleh kepentingan-kepentingan yang ingin merusak integritas Pemilu 2024 sebagaimana keterlibatan para komisioner dalam kecurangan verifikasi faktual partai politik beberapa waktu lalu dan sederet skandal yang menyandung salah satu komisioner KPU.

 

Sebelumnya, ICW menjelaskan, sumber persoalan ada pada Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023.

 

Dua aturan itu secara sederhana menyebut mantan terpidana korupsi diperbolehkan maju sebagai calon anggota legislatif tanpa harus melewati masa jeda waktu lima tahun sepanjang vonis pengadilannya memuat pencabutan hak politik.

Pasal 11 ayat 5 dan 6 PKPU 10/2023, berbunyi:

 

(5) Persyaratan telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, terhitung sejak tanggal selesai menjalani masa pidananya sehingga tidak mempunyai hubungan secara teknis dan administratif dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, dan terhitung sampai dengan Hari terakhir masa pengajuan Bakal Calon.

 

(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berlaku jika ditentukan lain oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik.

 

KPU membuat aturan turunan untuk menjelaskan pasal tersebut yaitu Keputusan KPU Nomor 352 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Pengajuan Bakal Calon Anggota DPR RI dan DPRD (KepKPU 352/2023).

 

Dalam Keputusan itu, ada lampiran simulasi untuk memahami ‘pasal selundupan’ yang secara singkat seperti contoh: Bakal caleg yang dicabut hak politiknya 3 tahun dan bebas pada 2020, maka bisa mencalonkan diri di 2023.

 

Padahal, putusan MK mengatur jedanya haurs 5 tahun meski hak politiknya dicabut hanya 3 tahun.

 

Ket. Foto:

Ketua KPU Hasyim Asy’ari (tengah) menyampaikan keterangan pers di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (10/5/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

 

Sumber: kumparan.com

 

Artikel ini tayang di jaringan media Matamaja Group

 

https://matamaja.com/

https://ppnews.id/

https://otoritas.id/

https://buser.id/

https://buser.co.id/

https://buser.web.id/

https://buserjatim.com/

https://buserjabar.com/

https://intelejen.id/

https://gardapublik.com/

https://gardahukum.com/

https://libaz.id/

https://tnipolri.com/

https://libaz.id/

https://ainews.id/

https://lacakberita.com/

https://awasjatim.com/

https://beritamadiun.id/

https://suaramajalengka.com/

https://realistis.id/

https://gmbinews.com/

https://newscobra07.com/

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *