GARUT, BUSERJATIM.COM GROUP – Penjualan pupuk bersubsidi yang dilakukan oleh Karyawan Inisial (OB) Kios KUD Bungbulang, Jalan. Rajawali, Desa Bungbulang, Kecamatan Bungbulang, Kabupaten Garut, Jawa Barat, kembali mencuatkan permasalahan serius. Pupuk subsidi yang seharusnya dijual dengan harga sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) justru dijual dengan harga yang jauh lebih tinggi, yaitu mencapai Rp 320.000 Urea dan Poska dalam 1 Kuintal, jauh melebihi batas harga yang ditentukan oleh pemerintah.” Selasa 7 Januari 2025
Inisial OB mengakui bahwa pupuk subsidi memang telah keluar dari zona yang juga disampaikan oleh seorang karyawan KUD Bungbulang. “Apa yang disampaikan oleh karyawan KUD itu benar. Memang ada kesalahan dalam pendistribusian pupuk yang keluar dari zona yang telah ditetapkan,” ujarnya saat diwawancarai di kediamannya.
Lebih lanjut, yang sangat merugikan masyarakat adalah penjualan pupuk subsidi ini dilakukan tidak hanya di luar batas harga yang ditentukan, tetapi juga dijual ke luar zona distribusi yang telah ditetapkan. Pupuk yang seharusnya dialokasikan untuk petani Desa Bungbulang, malah didistribusikan ke Kecamatan Pakenjeng, yang berarti melanggar ketentuan tentang distribusi pupuk subsidi.
Tindakan ini jelas merugikan warga Desa Bungbulang, khususnya petani yang sudah tercatat dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) untuk mendapatkan pupuk subsidi. Pasalnya, dengan adanya praktik penjualan pupuk ke luar zona, stok pupuk subsidi yang seharusnya tersedia bagi petani di Kecamatan Bungbulang menjadi terbatas, sehingga mereka kesulitan memperoleh pupuk dengan harga yang terjangkau.
Ketua Umum Gawaris, Asep Suherman, SH, menyatakan akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian Kabupaten Garut, dan aparat penegak hukum (APH) untuk menindaklanjuti permasalahan ini.
“Kami meminta pihak terkait untuk segera melakukan investigasi ke lokasi, memastikan penyelewengan ini dihentikan, dan menindak tegas kios yang menjual pupuk subsidi dengan harga melebihi HET. Hal ini sangat merugikan petani kecil yang seharusnya mendapatkan pupuk dengan harga terjangkau,” tegasnya.
Praktik seperti ini jelas melanggar sejumlah peraturan dan undang-undang yang mengatur distribusi pupuk subsidi di Indonesia. Beberapa regulasi yang dilanggar antara lain Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi. Dalam peraturan ini dijelaskan bahwa harga jual pupuk subsidi tidak boleh melebihi HET yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Penjualan pupuk melebihi HET bisa dikenakan sanksi.
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2021 tentang Penyaluran dan Pengawasan Pupuk Bersubsidi. Peraturan ini mengatur bahwa distribusi pupuk bersubsidi harus sesuai dengan zona yang telah ditetapkan, yaitu hanya untuk petani yang terdaftar dalam RDKK di wilayah yang telah ditentukan. Menjual pupuk subsidi ke luar zona distribusi atau kepada pihak yang tidak berhak merupakan pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, yang mengatur tentang tata cara dan aturan dalam kegiatan perdagangan, termasuk yang terkait dengan barang yang disubsidi oleh pemerintah. Dalam hal ini, penjualan pupuk subsidi di luar zona distribusi dan melebihi harga HET bisa dianggap sebagai pelanggaran praktik perdagangan yang merugikan konsumen dan melanggar prinsip keadilan.
Tindak Pidana Perdagangan (UU Nomor 7 Tahun 2014): Menjual barang dengan harga yang tidak sesuai dengan HET dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda atau bahkan pidana. Hal ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan pasar dan melindungi konsumen.
Pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999): Jika ada unsur penipuan atau manipulasi dalam penjualan pupuk subsidi, pihak yang terlibat dapat dikenakan sanksi pidana karena merugikan konsumen (petani).
Pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat: Jika ada praktik penyalahgunaan distribusi yang mengarah pada monopoli atau persaingan tidak sehat, maka dapat dikenakan sanksi berdasarkan undang-undang ini.
Kejadian ini kepada pihak berwenang, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Dinas Pertanian Kabupaten Garut atau aparat penegak hukum (APH) kepolisian setempat, untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Di sisi lain, pemerintah juga diharapkan untuk lebih intensif dalam melakukan pengawasan terhadap distribusi pupuk subsidi agar tidak ada penyalahgunaan yang merugikan petani kecil.
Bila terbukti bersalah, pihak yang melakukan penyelewengan ini dapat dikenakan sanksi yang cukup berat, baik administratif maupun pidana, sebagai efek jera dan untuk menjaga keadilan bagi petani yang membutuhkan pupuk subsidi untuk mendukung usaha pertanian mereka.
Praktik penjualan pupuk subsidi yang melanggar ketentuan harga dan zona distribusi sangat merugikan petani di Desa Bungbulang dan bisa dikenakan sanksi sesuai dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini juga menegaskan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap distribusi dan harga pupuk subsidi agar dapat sampai ke tangan petani yang membutuhkan dengan harga yang wajar.
(Tim Liputan)