KEDIRI, BUSERJATIM.COM– Menindak lanjuti aduan beberapa masyarakat di Kabupaten Kediri terkait rumor dugaan kecurangan dan kejanggalan pelaksanaan pengisian perangkat desa yang digelar di Convention Hall SLG beberapa waktu yang lalu,
Tim media mendatangi beberapa desa yang mengadakan pengisian perangkat desa. Hal ini guna pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbakaten) dari pihak yang berkompeten dan informasi langsung dari nara sumber.
Pasalnya berita dugaan kecurangan dan tidak transparan ujian perangkat marak menghiasi hampir semua jejaring sosial, beragam respon dari masyarakat dan pengguna medsos selalu rame dikala pengguna jejaring sosial memposting pelaksanaan ujian perangkat desa di Kabupaten Kediri. Mayoritas responnya selalu negatif.
Saat melakukan investigasi, Tim Media terfokus pada teknis dan mekasnisme penjaringan pengisian perangkat desa. Salah satunya mengenai darimana sumber anggaran pelaksanaannya. Dari keterangan beberapa Kepala Desa dan juga panitia pengisian perangkat untuk masing – masing desa yang melaksanakan pengisian telah dianggarkan dari APBDes. Nominalnya bervariasi, mulai dari nominal 20 Juta dan lebih untuk 1 formasi.
Dari biaya tersebut digunakan untuk pembiayaan mulai dari sosialisasi pengisian perangkat sampai dengan pendaftaran peserta, pembentukan dan honor panitia desa. Sedangkan untuk kontrak kerja dengan pihak ketiga sebagai Tim Penguji sebesar 4 Juta per formasi, kontrak kerja ini ditanda tangani langsung oleh Kepala Desa dengan pihak ketiga (UNISMA). Untuk pelaksanaaan ujian sarana dan prasarana sudah disiapkan panitia, mulai dari makan dan minum plus laptop yang digunakan untuk tes, nominalnya sebesar 500 ribu rupiah perorang.
Salah satu desa yang melaksanakan penjaringan perangkat desa adalah Desa Bobang Kecamatan Semen Kabupaten Kediri. Dari keterangan Kades dan Panitia pengisian perangkat desa untuk Desa Bobang sendiri ada 3 formasi yang diperebutkan oleh 9 peserta. Formasi yang diperebutkan adalah Sekretaris Desa, Kasi Pelayanan dan Kaur Umum. Disinggung mengenai pelaksanaan secara massal yang digelar di Convention Hall SLG,
Panitia tidak mengetahui secara pasti mengenai tempat dan waktu pelaksanaan semua arahan dari kepala desa, kecamatan dan Paguyuban Kepala Desa (PKD) Kabupaten Kediri.
“Mengenai teknis pelaksanaan dimana dan kapan kami mengikuti arahan, setahu saya pak kades telah koordinasi dengan kecamatan dan paguyuban kepala desa kabupaten. Atas arahan tersebut pelaksanaan digelar di SLG.” Jawabnya singkat
Tim Media meminta tanggapan Yayuk selaku panitia desa mengenai pelaksanaan ujian yang digelar secara massal dan sempat tertunda, dimana untuk Desa Bobang sendiri dijadwalkan ujiannya belangsung pada gelombang 2 dimulai pada pukul 13.00 wib akan tetapi ditunda.
“Kami dari panitia desa sendiri juga binggung mau Tanya ke siapa, sesuai jadwal memang seharusnya kami jam 1 siang tetapi karena pada saat kami datang di SLG gelombang pertama belum selesai. Sehingga untuk Kecamatan Semen baru mulai sekitar jam 7 malam. Sedangkan kami dari panitia harus menunggu hasil ujian sampai jam 4 pagi.” Jawabnya
Perlu diketahui pada Bulan Nopember kemarin Convention Hall SLG pernah digunakan oleh Badan Kepegawaian Propinsi Jawa Timur, BKD Kabupaten Kediri dan juga Pemkot Kediri untuk pelaksanaan ujian CPPPK dan CPNS. Pada pelaksanaannya kapasitasnya hanya 300 peserta per sesi, sedangkan pada pelaksanaan ujian perangkat desa pada Desember kemarin sebanyak 615 peserta. Diduga panitia pelaksanaan tidak melakukan observasi dan terkesan ngawur yang menyebabkan ujian sempat tertunda, sesuai jadwal pelaksanaan ujian sendiri dibagi menjadi 2 sesi akan tetapi dengan errornya sejumlah laptop ujian berakhir sampai malam. Jelas ini tidak efektif dan sangat merugikan peserta ujian yang ikut sekaligus desa yang melaksanakan ujian.
Dari hasil investigasi dilapangan Tim Media menduga pihak panitia pelaksanaan ujian perangkat desa yang digelar di SLG yang harus bertanggung jawab. Diduga panitia dan pihak ketiga dalam hal ini penyedia perangkat computer ngawur dan tidak ada koordinasi dengan pihak – pihak yang pernah melaksanakan ujian serupa di SLG sehingga pada hari pelaksanaan error, panitia desa dan pemerintah desa yang telah membayar untuk berlangsungnya ujian juga tidak dilibatkan. Diduga masalahnya bukan di error perangkat akan tetapi overload, sehingga perangkat yang disediakan dan dipasang oleh panitia tidak dapat digunakan, panitia sendiri diduga asal – asalan dan tidak memperhitungkan aspek kenyamanan. Untuk pengadaan perangkat sendiri tidaklah gratis, tetapi panitia desa telah menyewa melalui panitia pelaksana di SLG, nominalnya sekitar 500 ribu per peserta dan ini jelas merugikan panitia dan juga peserta.
Dari informasi yang didapat laptop yang rusak pada saat ujian lebih dari 200 perangkat.(koko)