ITW Ingatkan Jokowi Wujudkan Janji Sebelum Lengser

 

JAKARTA,MATAMAJA GROUP – Indonesia Traffic Watch (ITW) mengingatkan janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat masih menjabat Gubernur DKI Jakarta. Saat itu Jokowi menyebut akan lebih mudah menyelesaikan permasalahan lalu lintas dan angkutan jalan Jakarta bila sudah menjadi Presiden RI, sebelum diusung PDIP sebagai capres pada Pilpres 2014 silam.

Bacaan Lainnya

Tetapi,hingga memasuki akhir periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi, kondisi lalu lintas dan angkutan jalan menjadi permasalahan yang unresolved atau belum terselesaikan.Kemacetan dan kesemrautan masih menjadi potret lalu lintas (Lalin) di DKI Jakarta dan sekitarnya.

Belum ada solusi efektif yang parmanent dan berdampak signifikan dalam upaya mewujudkan Kamseltibcarlantas di Jakarta dan sekitarnya. Justru,Jokowi memindahkan Ibukota negara ke Kalimantan Timur. Bahkan political will pemerintah juga belum maksimal melakukan gerakan moral yang masif sebagai upaya membangun kesadaran tertib berlalu lintas. Pemerintah juga kurang serius menjadikan tertib dan keselamatan berlalu lintas sebagai mata pelajaran dalam kurikulum pendidikan nasional di tingkat SD atau SMP, sebagai upaya edukasi sejak dini.

Justru Pemerintah berbeda sikap dan tidak konsisten sebagai simbol ragu menegakkan aturan untuk menertibkan angkutan umum ilegal.Sikap ragu yang menunjukkan potret sedang beternak konflik, membuat permasalahan angkutan umum ilegal semakin marak dan tak kunjung selesai.

Bahkan sikap tegas dan konsisten Menteri Perhubungan Ignasius Jonan lewat surat bernomor UM.3012/1/21/Phb/2015 yang dikirimkan kepada Kapolri, berujung runyam. Sebab surat yang ditandatangani pada 9 November 2015 itu meminta Kapolri menertibkan semua bentuk pelanggaran lalu lintas termasuk sepeda motor dan mobil pribadi yang beroperasi sebagai angkutan berbayar, tak direspon.
Justru Jonan menyerah dan rela kehilangan wibawa setelah cuitan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di twitter pada Jumat 18/12/2015 yang mempertanyakan sikap tegas Kemenhub tersebut. “Saya segera panggil Menhub.Ojek dibutuhkan rakyat.Jangan karena aturan,rakyat jadi susah,”kata Presiden Joko Widodo.

Lalu Jonan dicopot dari posisi Menteri Perhubungan. Sejak itu, semua pihak dari pemimpin paling tinggi hingga rakyat jelata seperti sepakat untuk tidak lagi membahas maraknya pelanggaran lalu lintas yang diatur dalam UU No 22 tahun 2009.

Padahal larangan kendaraan pribadi digunakan menjadi transportasi angkutan umum diatur secara tegas dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta PP N0. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan dan Keputusan Menteri No 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum dan Keputusan Menteri No 69 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang.

Proses pembiaran memicu pertumbuhan kendaraan pribadi menjadi angkutan umum semakin tidak terkendali dan salah satu penyebab terjadinya kemacetan. Tiga Permenhub yaitu Permenhub 32 tahun 2016 dan Permenhub 26 tahun 2017 serta Permenhub 108 tahun 2017, tidak menyelesaikan soal kendaraan pribadi yang menjelma menjadi angkutan umum.

Berdasarkan data empiris,dari ribuan kendaraan pribadi yang berpraktik sebagai angkutan umum, hanya sekitar 30 persen yang memenuhi persyaratan. Karena masih banyak angkutan umum yang belum berbadan hukum. Sopir taksi daring belum memiliki surat izin mengemudi (SIM) umum, dan tidak melakukan uji KIR kendaraan. Permasalahan taksi berbasis aplikasi terbiarkan tergantung dilangit berkabut hitam.

Pemerintah kembali gagap disusul menjamurnya sepeda motor menjadi angkutan umum atau ojek online (Ojol). Lalu menerbitkan Permenhub No 12 tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat.

Seperti menggaruk kepala padahal kaki yang gatal. Begitulah pemerintah saat menerbitkan Permenhub No 12 tahun 2019, karena dari 21 pasal yang tertera dalam Permenhub tersebut, tidak satupun pasal yang menyebut Ojol sebagai angkutan umum. Lucunya, pemerintah mengatur dan menetapkan tarif yang diganti dengan kata Jasa seperti bunyi pasal 11. Tetapi Permenhub 12 tahun 2019 tidak memuat substansi permasalahan menjadi jelas dan terang untuk memberikan kepastian apakah Ojol sebagai angkutan umum atau tidak.

Mewujudkan Kamseltibcarlantas tidak semata hanya membangun infrastruktur jalan tetapi harus disertai penyiapan sarana prasarana transportasi angkutan umum yang terintegrasi ke seluruh penjuru dan terjangkau secara ekonomi.Sebagai bangsa yang berbudaya dan modren,menjadikan lalu lintas sebagai urat nadi kehidupan. Tentu tidak boleh terjadi kesemrautan dan kemacetan lalu lintas.

Mewujudkan Kamseltibcarlantas sekaligus upaya menyelematkan anak bangsa dari korban sia-sia di jalan raya. Maka tindakan yang dilakukan harus menjadi solusi efektif untuk menyelesaikan permasalahan dari hulu hingga ke hilir. Tentu langkahnya diawali dengan membangun sinergi antar kementerian dan lembaga serta pihak terkait.

Hendaknya Presiden Jokowi memanfaatkan waktu yang tinggal beberapa saat lagi untuk mewujudkan janjinya menyelesaikan permasalahan DKI Jakarta.Khususnya permasalahan lalu lintas dan angkutan jalan di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia yang kondisinya sudah gawat darurat.

(titik)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *