Mochamad Sukedi, SH., MH., Kuasa Hukum Pimpinan Pondok Pesantren Raudlotul Huffadz (RH), Tabanan Memberikan Klarifikasi Dugaan Penganiayaan Salah Satu Santri

BALI, BUSERJATIM.COM

TABANAN, Mochamad Sukedi, SH., MH.,selaku Kuasa Hukum memberikan keterangan Klarifikasi kepada Awak Media bahwa memang benar sekitar awal bulan Februari 2022 terjadi dugaan tindak pidana penganiayaan terhadap anak salah satu santri Pondok Pesantren RH (RAP, 12 tahun)(13/1/2023)

Mochamad Sukedi, SH., MH., Selaku Kuasa Hukum Pimpinan Ponpes RH mengatakan bahwa atas dugaan tindak pidana tersebut, orang tua korban RAP telah melaporkan ke Kepolisian Resor (Polres) Tabanan, sebagaimana Laporan Polisi Nomor: LP/B/13/III/2022/SPKT/Polres Tabanan/Polda Bali, tanggal 8 Maret 2022, terhadap adanya dugaan tindak pidana penganiayaan dan Laporan Polisi tersebut, telah dilakukan beberapa kali mediasi atau musyawarah antara pihak pondok pesantren dan keluarga korban, yang masing-masing didampingi kuasa hukumnya.Dalam mediasi/ musyawarah tersebut, pada tanggal 14 Juni 2022, telah dicapai kesepakatan atau perdamaian antara keluarga korban dan pihak pondok RH, dimana point-point atau butir-butir kesepakatan/ perdamaian tersebut .Tegas Mochammad Sukedi,S.H.,M.H.

Lanjut Mochamad Sukedi, SH., MH.,pihak keluarga korban diwakili oleh Rudiyanto selaku Paman korban, dan pihak pondok RH diwakili oleh Ainun Ni’am selaku Pimpinan Pondok.

Para Pihak saling sepakat untuk menyelesaikan persoalan yang ada tersebut secara kekeluargaan atau perdamaian,sedangkan pihak keluarga korban (pelapor) menyatakan mencabut Laporan Polisi di Polres Tabanan Nomor: LP/B/13/III/2022/SPKT/Polres Tabanan/Polda Bali, tanggal 8 Maret 2022, tanpa ada paksaan dan tekanan.

Kesepakatan yang dicapai oleh Para Pihak tersebut dituangkan dalam Surat Perdamaian tertanggal 14 Juni 2022, yang dibuat dan ditandatangani oleh Para Pihak dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.

Setelah ditandatanganinya Surat Perdamaian tersebut, selanjutnya Pihak keluarga korban mencabut secara resmi Laporan Polisi dimaksud dan Para Pihak berjanji untuk tidak saling menuntut dengan cara apapun.

Dengan adanya perdamaian diantara keluarga korban dan pihak pondok RH, maka penyidik kepolisian Polres Tabanan selanjutnya menutup dan menghentikan kasus tersebut demi hukum.

Bahwa proses perundingan/ musyawarah untuk mencapai kesepakatan dalam kasus dugaan penganiayaan yang dialami oleh korban anak (RAP,12 tahun) dengan mekanisme penyelesaian di luar pengadilan (out of court settlement), yang di Belanda disebut afdoening buiten process, sebagaimana uraian di atas, dalam sistem peradilan pidana Indonesia dikenal dengan Diversi.

Penyelesaian kasus dengan mekanisme diversi tersebut di atas secara nyata telah mengedepankan proses pendekatan keadilan restoratif (restorative justice)

Dasar hukum Diversi adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 04 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.

Menurut UU SPPA , Diversi adalah adalah pengalihan penyelesaian perkara pidana anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Diversi memiliki tujuan sebagai berikut: a). mencapai perdamaian antara korban dan anak; b). menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan; c). menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan; d). mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan e). menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.

Bahwa dengan diselesaikannya Laporan PolisI dugaan tindak pidana penganiayaan anak dengan mekanisme diversi yang mengedepankan keadilan restorative tersebut di atas, maka demi hukum proses hukumnya telah dihentikan atau kasusnya telah ditutup (case closed).

Demikian klarifikasi atau penegasan informasi ini dibuat untuk terangnya penyebaran informasi yang benar (haq).Pungkas Mochammad Sukedi,S.H.,M.H.( Team/Red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *