MAGETAN-BUSER JATIM.COM.
Polemik lemahnya pengawasan terhadap penggunaan Dana Desa (DD) nampaknya juga terjadi di Kabupaten Magetan. Dari hasil penelusuran awak media, Sabtu kemarin, (10/06/2023), sejumlah warga Desa Purwosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan mengeluhkan adanya proyek yang dibiayai Dana Desa dalam kondisi mangkrak.
Diketahui proyek yang menyedot anggaran sebesar Rp.247.241.500 bersumber dari Dana Desa Purwosari tahun 2021 tersebut tidak jelas manfaatnya sejak selesai dibangun, bahkan dari informasi yang digali bangunan ditengah areal persawahan itu merupakan proyek pembangunan sumur air tanah dalam disinyalir belum terselesaikan karena tidak keluar airnya.
Hal itu diperkuat saat awak media mendatangi lokasi, terlihat bahwa kondisi bangunan diduga sudah lama tidak dipergunakan. Terbukti adanya kondisi pipa yang tidak terpasang dengan benar dan terkesan asal serta sebagian besar pipa juga telah pecah, pipa yang ada dilokasi juga dalam kondisi tertutup rerumputan. Bahkan yang lebih mencengangkan aksi protes warga juga terlihat dari adanya coretan didinding bangunan yang betuliskan “Sumur Bosok” atau dengan kata lain sumur yang tidak bisa dipergunakan. Hal itu menguatkan dugaan bahwa proyek tersebut tidak membawa manfaat bagi masyarakat sebagaimana mestinya.
Dari informasi yang dihimpun dari sejumlah warga mengatakan bahwa dulunya sumur tersebut sempat keluar airnya namun sangat kecil, bahkan tak sampai satu jam air tersebut mati atau tidak dapat keluar lagi hingga sekarang. Setelah itu warga mempertanyakan permasalahan pada pihak Pemerintah Desa dalam hal ini Kepala Desa namun tidak digubris bahkan terkesan acuh. Bahkan hingga awal pembangunan pada tahun 2021 sampai berjalan 3 tahun lamanya, sumur itu mangkrak dan dibiarkan begitu saja.
Dari permasalahan itu warga setempat mengeluhkan, anggaran ratusan juta yang seharusnya dapat membantu para petani malah justru tidak jelas pemanfaatannya. Bahkan salah satu warga mengungkapkan, mayoritas petani Desa Purwosari hanya dapat menanam padi saat musim penghujan saja, sebab saat musim kemarau mereka berhenti bercocok tanam karena sulitnya mendapatkan air. Lebih parahnya pada tahun ini permasalahan air juga menjadi polemik serius yang mengakibatkan mereka terancam gagal panen.
“Awalnya itu saat selesai dibangun sudah keluar airnya tapi kecil, gak sampai 1 jam hanya untuk mengairi benih aja sudah gak mampu, habis itu ya sampai sekarang sudah tidak digunakan lagi,” ungkap salah satu warga yang bernama Mbah Min.
“Sudah berkali-kali warga juga mempertanyakan masalah ini pada Pemerintah Desa khususnya Mbah Lurah tapi gak ada tanggapan, nyatanya juga dibiarkan begitu saja gak diurusi,” ungkap warga lainnya yang akrab disapa Mbah Min.
Mereka menyampaikan selama ini para petani hanya mengandalkan pengairan dari sungai saja, yang mana air tersebut dibeli dari Sambong dan dihitung perjam biayanya. Sehingga sekali musim tanam tiba mereka mengeluarkan biaya tak sedikit hanya untuk membeli air, dan itu mengakibatkan cost biaya untuk penanaman hingga perawatan cukup besar dan tidak sesuai besarannya dengan yang didapat dari hasil panen.
“Itu air yang mengalir dikalen (Saluran) bukan dari sumur itu tapi nyedot dari kali (sungai), tapi ya adanya air itu saat musim penghujan saja, kalau musim kemarau ya kering kita juga gak nanam, bahkan saat ini terancam gagal panen karena pasokan air mulai menipis,” imbuhnya.
Disisi lain, menurut keterangan salah satu warga setempat yang enggan disebutkan namanya mengatakan permasalahan ini sebenarnya sudah sempat diadukan pada pihak APH melalui pengaduan tertulis di SPKT Polres Magetan, namun menurut informasi yang ia terima pengaduan tersebut hanya merupakan surat kaleng yang tidak jelas siapa yang membuat.
Meski begitu pihak kepolisian sempat melakukan penyelidikan atas laporan warga yang tidak diketahui identitasnya tersebut, namun hingga saat ini tidak ada tindaklanjutnya bahkan kasus itu berlalu begitu saja.
Lebih lanjutnya penyelidikan dari pihak kepolisian itu dilakukan belum lama yakni baru sekitar 4 bulan lalu. (Tim)