Ngawi – Perbedaan angka kemiskinan antara Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Dunia kembali menjadi sorotan setelah dipresentasikan dalam sebuah forum diskusi ekonomi di Jakarta, sebagaimana terlihat pada slide pemaparan yang menampilkan dua versi jumlah penduduk miskin di Indonesia.8/12
Dalam materi tersebut, terlihat bahwa BPS mencatat jumlah penduduk miskin sebesar 24,1 juta orang, atau sekitar 8,5% dari total populasi. Angka ini didasarkan pada standar garis kemiskinan nasional dengan pengeluaran minimum Rp 595.242 per orang per bulan.
Sementara itu, Bank Dunia mencatat jumlah yang jauh lebih tinggi, yaitu 171,4 juta orang, atau sekitar 61,8% dari populasi Indonesia. Perbedaan besar ini muncul karena Bank Dunia menggunakan standar kemiskinan global dengan pengeluaran minimal Rp 1.109.280 per bulan, atau ekuivalen dengan standar US$3,65 per hari.
Perbedaan inilah yang kemudian memicu pertanyaan dari peserta forum, yang ditampilkan dalam slide: “Bagaimana Pendapat Anda Tentang Perbedaan Angka Kemiskinan BPS VS Bank Dunia?”
Pengamat ekonomi yang hadir dalam acara tersebut menjelaskan bahwa perbedaan metodologi menjadi faktor utama tingginya selisih angka kemiskinan antara kedua lembaga. BPS menggunakan pendekatan kebutuhan dasar minimum (basic needs approach) yang menilai konsumsi pangan dan non-pangan. Sebaliknya, Bank Dunia memakai standar global agar negara-negara berkembang dapat dibandingkan secara internasional.
Meski demikian, sejumlah peserta menilai bahwa angka versi Bank Dunia mencerminkan kesenjangan nyata dalam daya beli masyarakat, terutama di perkotaan, yang semakin tertekan oleh inflasi dan naiknya harga kebutuhan pokok.
Acara diskusi tersebut ditutup dengan harapan agar pemerintah lebih transparan dalam menetapkan standar garis kemiskinan, serta mempertimbangkan penggunaan indikator kesejahteraan yang lebih komprehensif.





