Masa Depan Cerah Industri Rumput Laut Indonesia

Sebagai salah satu daerah potensial penghasil rumput laut, Wakatobi di Sulawesi Tenggara mampu memproduksi rumput laut kering hingga 3.951 ton di 2022.

Kementerian Kelautan dan Perikanan memfasilitasi investasi usaha rumput laut di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Dukungan yang akan diberikan di antaranya modelling usaha rumput laut dengan mengintegrasikan ekosistem dari hulu ke hilir.

Khusus terkait hilirisasi, antara lain, dilakukan penanganan pascapanen yang baik, modernisasi pengeringan, packaging, pengaturan tata niaga, hingga penyediaan sarana dan prasarana pendukung lainnya. Sehingga kini diharapkan, dapat dihasilkan rumput laut kering sesuai standar bahan baku industri.

“Kami juga mendorong masuknya investasi industri pengolahan rumput laut di Kabupaten Wakatobi,” kata Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Budi Sulistiyo, melalui keterangan tertulis, Kamis 20 Juli 2023.

Budi memaparkan, Kabupaten Wakatobi merupakan salah satu daerah penghasil rumput laut yang sangat potensial di Sulawesi Tenggara. Sebagai gambaran, pada 2022, produksi rumput laut kering di daerah ini mencapai 3.951 ton. Adapun potensi lahan yang tersedia seluas 5.236 ha dan tersebar di Pulau Wangi-Wangi, Kaledupa, dan Tomia.

“Indonesia bisa menjadi pemain rumput laut dunia yang handal, karenanya diperlukan sinergitas antar stakeholders untuk bergerak dan maju bersama,” terangnya.

Di tempat yang sama, Direktur Usaha dan Investasi Ditjen PDSPKP Catur Sarwanto menegaskan, Indonesia harus bisa menjadi “champion” untuk komoditas rumput laut. Terlebih dengan makin berkembangnya inovasi dan teknologi, komoditas yang dijuluki “emas hijau perairan nusantara” ini dapat diolah menjadi beragam produk bernilai tambah serta memiliki nilai ekonomis tinggi.

“Produk turunan rumput laut dapat menjadi bahan pangan dan nonpangan, seperti pakan ternak/ikan, pupuk, kosmetik, dan juga farmasi,” tutur Catur.

Sementara itu, Bupati Wakatobi Haliana merincikan, jenis rumput laut yang menjadi unggulan di wilayahnya, yakni E Cottonii dan E Spinosum. Dikatakannya, Wakatobi juga memiliki infrastruktur dasar untuk dibangunnya modelling usaha rumput laut, seperti ketersediaan daya listrik, air bersih, akses jalan, dan dua pelabuhan laut, yakni Pelabuhan Panggulubelo dan Pelabuhan Wanci.

Selain itu, terdapat pula Bandar Udara Matohara yang bisa menjadi akses bagi para pelaku usaha di Wakatobi. “Tenaga kerja dan air bersih sudah tersedia, sehingga diharapkan tidak ada lagi kekhawatiran untuk berinvestasi di Wakatobi karena berbagai fasilitas dan infrastruktur pendukung sudah disiapkan,” tuturnya.

Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan, produksi rumput laut Indonesia mencapai 9,12 juta ton pada 2021. Dengan potensi yang dimiliki, sampai dengan September 2022, volume ekspor rumput laut Indonesia di angka 180,6 ribu ton dengan nilai mencapai USD455,7 juta, atau meningkat 93% dibanding periode sama di 2021. Adapun negara tujuan ekspor yang utama adalah Tiongkok.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), produksi rumput laut di Indonesia tersebar di 23 provinsi. Peringkat lima besar provinsi penghasil rumput laut adalah Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Barat.

Produksi rumput laut di Sulawesi Selatan mencapai 1,63 juta ton basah pada 2020. Kemudian di posisi kedua Nusa Tenggara timur dengan produksi rumput laut sebesar 1,03 juta ton basah. Kalimantan Utara memproduksi rumput laut sebesar 441,1 ribu ton basah, diikuti Sulawesi Tengah 419,9 ribu ton basah, dan Nusa Tenggara Barat 402, 6 ribu ton basah.

BPS juga mencatat rumput laut Indonesia memiliki andil besar dalam pasar rumput laut dunia. Menurut data International Trade Center, pada 2018 ekspor rumput laut Indonesia dalam bentuk bahan mentah menduduki peringkat pertama dunia, yakni mencapai 205,76 ribu ton.

Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat, nilai ekspor rumput laut dari Indonesia ke Negeri Tirai Bambu itu mencapai US$149,3 juta dengan volume 148,3 ribu ton. Korea Selatan berada di peringkat kedua dengan nilai ekspor rumput laut US$9,6 juta dan volume 7,8 ribu ton. Setelahnya ada Chili dengan nilai ekspor rumput laut sebesar US$5,8 juta dan volume 3,4 ribu ton.

Sedangkan, nilai ekspor rumput laut dari Indonesia ke Vietnam tercatat sebesar US$3,8 juta dengan volume 6,1 ribu ton. Kemudian, nilai ekspor rumput laut ke Prancis sebesar US$3,6 juta dengan volume 3,3 ribu ton.

Secara total, nilai ekspor rumput laut dari Indonesia sebesar US$181,4 juta pada 2020, turun 15,7% dari US$215,2 juta pada 2019. Volume ekspor rumput laut dari Indonesia pun tercatat menurun. Pada 2020, volumenya sebesar 177,9 ribu ton, turun 7% dari 191,2 ribu ton pada 2019.

 

Berdaya Saing Baik

Menurut Kepala Divisi IEB Institute LPEI Rini Satriani, meskipun kinerja ekspor pada tahun 2020 sempat mengalami penurunan, di sisi lain Indonesia mampu menempati peringkat kedua sebagai negara eksportir rumput laut terbesar di dunia yang berdaya saing baik. Adapun, menurut hasil kajian yang dilakukan IEB Institute (Indonesia Eximbank Institute), ekspor rumput laut Indonesia mulai mencatatkan kinerja positif secara kumulatif selama periode Januari–Oktober 2021. Nilai ekspor rumput laut selama periode tersebut tercatat naik 20,42% year-on-year (yoy) mencapai US$177,99 juta.

Pertumbuhan nilai ekspor secara kumulatif tersebut juga diikuti oleh pertumbuhan di sisi volume ekspor sebesar 11,68% (yoy) menjadi 159,59 ribu ton. Peningkatan ini terjadi karena naiknya permintaan dari mitra dagang utama Indonesia, Tiongkok.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *