Mahfud MD Ungkap Kendala Satgas TPPU Usut Transaksi Mencurigakan

Menko Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menyebut ada sejumlah kendala yang dihadapi Satuan Tugas (Satgas) Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU) dalam mengusut transaksi mencurigakan yang ditemukan PPATK.

Menurut Mahfud, kendala itu antara lain dokumen yang dilaporkan tidak ditemukan dokumen aslinya, penanganan yang tidak sesuai dengan prosedur, dan tindak lanjut pemeriksaan yang tidak menyasar ke ranah pidana.

Bacaan Lainnya

“Dokumen dilaporkan tidak ada atau tidak ditemukan. Yang kedua, dokumen tidak autentik, kadang kala hanya berupa fotokopi atau diambil dari Google sehingga ini diduga palsu,” ungkap Mahfud MD kepada wartawan, Senin (11/9/2023).

Ketiga, lanjut Mahfud, ada beberapa instansi yang tidak mematuhi instrumen teknis saat mereka menindaklanjuti laporan hasil analisis (LHA) dan laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).

“Banyak yang tidak mematuhi instrumen teknis yang disediakan oleh internasional mengenai tindak pidana pencucian uang,” ucapnya.

Mahfud menuturkan, ada beberapa kasus yang melibatkan diskresi pejabat berwenang. Terkait dengan diskresi, menurut dia, sebetulnya secara hukum itu dapat dibenarkan selama ada manfaatnya.

“Yang sering menjadi tempat sembunyi ini, dibilang ada diskresi untuk tidak dilanjutkan. Nah, ini yang akan kami cek, siapa yang memberi diskresi? Apa alasannya?” terangnya.

“Hukum itu ada kepastian, ada keadilan, dan ada kemanfaatan. Akan tetapi, yang mau kami selidiki apa betul, siapa yang minta diskresi ini, dan apa alasannya. Nah, ini belum bisa dibuka sekarang,” tambahnya.

Sering kali, lanjut dia, ada yang mengatakan bahwa diskresi itu karena perintah atasan. Namun, saat dikonfirmasi, perintah itu ternyata tidak pernah diberikan.

“Terkadang orang pinjam nama orang. Ya, ini apa betul, apa enggak, begitu nanti kami cari,” tandasnya.

Dalam waktu sebulan setelah dibentuk, Satgas TPPU menetapkan 18 laporan sebagai prioritas diperiksa karena nilainya yang signifikan mencapai 80 persen dari total transaksi atau Rp281,6 triliun.

Dari 18 laporan, sebanyak 10 di antaranya telah diserahkan PPATK ke Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.

Sementara itu, delapan laporan lainnya telah diserahkan PPATK ke kepolisian dan kejaksaan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *