Secara keseluruhan, postur APBN menunjukkan kondisi surplus Rp131,8 triliun. Ini adalah kondisi yang positif sampai bulan kedua 2023.
matamaja Group//Jakarta. Momentum konsolidasi dan penyehatan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) terus terjadi pada Februari 2023. Capaian kinerja APBN Februari 2023 sangat baik dengan realisasi yang memberikan berbagai manfaat dan stimulan untuk pemulihan sosial ekonomi masyarakat.
Pemerintah mengawali 2023 dengan situasi dunia yang dihadapkan pada tensi geopolitik yang tinggi, moderasi harga komoditas, suku bunga acuan tinggi, hingga perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Tetapi perekonomian Indonesia 2022 yang tumbuh solid menjadi fondasi kuat dalam menghadapi risiko global di tahun ini.
Salah satunya, pemerintah terus mendayagunakan instrumen anggaran negara. Oleh karena itu, realisasi APBN 2023 dijaga untuk terus waspada dalam mengantisipasi berbagai tantangan dan ketidakpastian global sepanjang tahun ini. Demikian diutarakan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN Kinerja dan Fakta (KiTa), di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (14/3/2023).
Kinerja APBN hingga Februari 2023 mencatatkan surplus yang didukung raihan penerimaan negara yang masih kuat dan tren belanja yang positif. “Pendapatan negara kita sampai dengan akhir Februari terkumpul Rp419,6 triliun. Ini artinya 17% dari target penerimaan atau pendapatan negara sudah dikumpulkan pada dua bulan pertama yaitu Januari dan Februari. Pertumbuhan dari pendapatan negara adalah 38,7% year on year (yoy), yaitu terdiri atas pajak, bea cukai, dan penerimaan negara bukan pajak,” ujar Menkeu Sri Mulyani.
Ekonomi yang semakin pulih, aktivitas masyarakat yang meningkat, dan kontribusi implementasi UU nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) terlihat dari penerimaan pajak yang tumbuh baik dan positif. Penerimaan pajak mencapai Rp279,98 triliun, tumbuh 40,35% (yoy) dan mencapai 16,30% dari target APBN 2023.
Kenaikan yang signifikan juga terlihat dari sisi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang mencapai Rp86,4 triliun (86,6% yoy), mencapai 19,6% dari target APBN. Sementara itu, penerimaan Kepabeanan dan Cukai turun sedikit, namun tetap on the track dengan Rp53,27 triliun, atau 17,57% dari APBN pada Februari 2023.
Sejak Januari 2023, capaian pendapatan negara sudah menampakkan hasil positif. Kala itu, realisasi pendapatan negara mencapai Rp232 triliun atau 9,4% dari target Rp2.463 triliun. Angka pendapatan negara pada Januari 2023 menunjukkan lonjakan pertumbuhan 48,1% dibandingkan pendapatan negara di periode yang sama tahun 2022 sebanyak Rp134,1 triliun.
Sepanjang Februari 2023, realisasi Belanja Pemerintah Pusat adalah Rp182,6 triliun atau 8,1% dari APBN. Anggaran untuk bidang kesehatan, ketahanan pangan, dan perlindungan sosial masih menjadi belanja prioritas yang terus dijaga. Sementara itu, untuk belanja untuk daerah berupa transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) hingga akhir Februari 2023 tersalurkan sebesar Rp105,2 triliun, porsinya 12,9% dari APBN.
“Kenaikan belanja negara 1,8% (yoy) ini juga kita harapkan akan mendukung perekonomian kita,” imbuh Menkeu.
Dari sisi pembiayaan, realisasi sebesar Rp186,9 triliun dengan pembiayaan utang melalui surat berharga negara (SBN) dan pinjaman on the track sesuai strategi pembiayaan 2023. Pembiayaan APBN tetap mengedepankan prinsip pruden, fleksibel, dan akuntabel.
Secara keseluruhan, postur APBN menunjukkan kondisi surplus Rp131,8 triliun atau 0,63% dari produk domestik bruto (PDB). Ini adalah kondisi yang positif sampai bulan kedua 2023.
Menurut Menteri Sri Mulyani, kinerja APBN Februari 2023 mencerminkan situasi Indonesia yang terus optimis namun waspada untuk menghadapi prospek perekonomian 2023. Pada kesempatan berbeda, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Maybank Indonesia Economic Outlook 2023, Rabu (15/3/2023), menyebutkan bahwa dalam menghadapi gejolak ketidakpastian perekonomian global, Indonesia kian menunjukkan resiliensi.
Hal itu dibuktikan melalui capaian impresif pertumbuhan ekonomi yang menyentuh angka 5,31% (yoy) pada 2022, dan disertai dengan penguatan geliat berbagai sektor mulai dari sektor konsumsi rumah tangga, ekspor, transportasi dan pergudangan, hingga akomodasi dan makanan minuman.
Sejumlah indikator pada sektor riil dan eksternal juga menunjukkan prospek positif mulai dari Indeks Keyakinan Konsumen yang bertahan pada level optimis, indeks PMI Manufaktur yang terus berada pada level ekspansi, neraca perdagangan yang surplus selama 33 bulan beruntun, transaksi berjalan yang mencatatkan surplus, hingga rasio utang luar negeri yang kian menurun.
Menko Airlangga juga menuturkan bahwa untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi tersebut diperlukan adanya penguatan pada sektor UMKM yang telah menyumbang sekitar 61% terhadap produk PDB, menyerap 97% terhadap tenaga kerja, serta terbukti resilien dalam menghadapi krisis.