BUSERJATIM.COM –
KOTA MALANG – Menjelang penutupan Tahun Anggaran 2025, publik menyoroti sejumlah ruas jalan rusak di wilayah Kota Malang yang hingga kini belum juga tersentuh perbaikan. Kondisi jalan berlubang dan rusak parah tersebut dinilai membahayakan keselamatan pengguna jalan, namun ironisnya belum ada realisasi pekerjaan dari Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPRPKP) Kota Malang.
Padahal, sejak awal Tahun Anggaran 2025, DPUPRPKP Kota Malang telah memasukkan sedikitnya lima paket proyek rehabilitasi jalan ke dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) yang ditayangkan melalui Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) LKPP.
Adapun lima paket proyek rehabilitasi jalan tersebut meliputi:
Rehabilitasi Jalan Pasar Gadang (DAK) dengan nilai pagu Rp7,9 miliar
Rehabilitasi Jalan Simpang LA Sucipto (DAK) senilai Rp1,6 miliar.
Rehabilitasi Jalan Raya Arjowinangun, Kelurahan Arjowinangun (DAU) dengan nilai Rp3,8 miliar
Rehabilitasi Jalan Gadang–Bumiayu (DAK) senilai Rp8,4 miliar
Rehabilitasi Jalan Rajasa (DAK) dengan nilai pagu Rp7,2 miliar
Dari lima paket tersebut, empat bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan satu paket dari Dana Alokasi Umum (DAU) Tahun Anggaran 2025. Namun hingga akhir tahun, seluruh paket tersebut tak kunjung direalisasikan.
Ketua Komisi C DPRD Kota Malang, Muhammad Anas Muttaqin, S.Psi., M.Psi., saat dikonfirmasi awak media, membenarkan adanya penundaan sejumlah proyek rehabilitasi jalan yang sebelumnya telah masuk dalam perencanaan.
Menurut Anas, penundaan tersebut dipicu oleh kebijakan Pemerintah Pusat terkait efisiensi penggunaan dana transfer ke daerah, yang berdampak pada penghapusan alokasi DAK Tahun Anggaran 2025.
“Beberapa pekerjaan yang bersumber dari DAK dan DAU memang mengalami penundaan. Ini karena adanya kebijakan efisiensi dari Pemerintah Pusat yang menyebabkan alokasi DAK dihapus. Akibatnya, proyek-proyek tersebut tidak bisa dilanjutkan,” ujar Anas, politisi Fraksi PKB, Senin (15/12/2025) di Kantor DPRD Kota Malang.
Ia menambahkan, meskipun sejumlah paket pekerjaan telah masuk tahap ploting dan bahkan sudah tayang di SIRUP, namun akhirnya harus “menghilang” akibat kebijakan efisiensi tersebut.
“Banyak pekerjaan DAK–DAU yang sudah diploting dan tayang, tapi akhirnya di-delayed. Kemungkinan baru akan diajukan kembali pada Tahun Anggaran 2026, dan itu pun belum tentu semuanya, kemungkinan hanya sebagian seperti Pasar Gadang,” jelasnya.
Selain proyek jalan, awak media juga mengonfirmasi rehabilitasi Gedung Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo, Kecamatan Sukun, yang diketahui telah memiliki pemenang tender dengan nilai pagu Rp960 juta, namun hingga kini belum dikerjakan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, proyek tersebut disebut-sebut tidak dilaksanakan karena adanya penolakan warga terkait pembangunan fasilitas umum kelurahan. Namun hingga saat ini, Komisi C DPRD Kota Malang mengaku belum mengetahui secara pasti alasan mangkraknya proyek tersebut.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, Kepala DPUPRPKP Kota Malang, Drs. Dandung Zulhariyanto, MT, belum memberikan keterangan. Saat dikonfirmasi di kantornya, yang bersangkutan tidak bersedia ditemui dengan alasan kesibukan.
Di sisi lain, Ketua LSM KOMPPPAK (Komunitas Pemerhati Pelayanan Publik dan Koruptor), B. Kurniawan, turut menyoroti kinerja DPUPRPKP Kota Malang, khususnya terkait rehabilitasi Jalan Ki Ageng Gribig.
Kurniawan menjelaskan, proyek jalan tersebut sebelumnya telah dikerjakan pada Desember 2023 dengan nilai anggaran mencapai Rp15 miliar, dan masa pemeliharaan berakhir pada akhir Juni 2024. Namun ironisnya, enam bulan setelah masa pemeliharaan berakhir, DPUPRPKP kembali melakukan pengaspalan di lokasi yang sama pada awal Tahun 2025.
“Ini bukan proyek lanjutan. Jalan yang baru selesai masa pemeliharaan, tapi belum genap satu tahun sudah kembali rusak dan diperbaiki lagi. Ini patut dipertanyakan,” tegas Kurniawan.
Menurutnya, kondisi tersebut mengindikasikan adanya kegagalan bangunan atau pekerjaan yang tidak memenuhi standar kualitas konstruksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
“Jika jalan rusak sebelum satu tahun masa pemanfaatan, itu indikasi kuat kegagalan konstruksi dan berpotensi menjadi bentuk pemborosan anggaran APBD,” pungkasnya.





