BUSERJATIM.COM –
Surabaya – Aksi premanisme bergaya penagih utang kembali mencoreng wajah hukum dan institusi negara. Sekelompok orang yang mengaku sebagai debt collector (DC) nekat menghadang kendaraan yang dikemudikan seorang anggota TNI aktif dari Kodim Pasuruan. Ironisnya, aksi tersebut dilakukan di kawasan militer Kodam V/Brawijaya, tepat di samping Markas Yonif 516, Surabaya.
Aksi para debt collector ini bukan hanya ilegal, tetapi juga menabrak norma moral dan hukum. Berdasarkan informasi yang dihimpun, kendaraan dirampas secara paksa tanpa disertai dokumen resmi dari pengadilan. Salah satu pelaku bahkan sempat menghubungi seseorang yang mengaku sebagai anggota Polisi Militer Pomdam V/Brawijaya, memunculkan dugaan kuat bahwa mereka memperoleh “perlindungan” dari oknum dalam institusi militer.
Pihak Pomdam V/Brawijaya bergerak cepat setelah menerima laporan. Para pelaku berhasil diamankan dan menjalani pemeriksaan intensif. Hasil penyelidikan awal mengungkap bahwa mereka mencatut nama institusi untuk menakut-nakuti korban dan diduga melakukan pemerasan terhadap anggota TNI tersebut hingga mencapai nilai Rp30 juta.
Melanggar Hukum, Merusak Marwah Negara
Aksi menghadang, merampas, dan memeras di jalan bukan hanya pelanggaran etika, tetapi juga merupakan tindak pidana serius. Beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dapat menjerat para pelaku antara lain:
- Pasal 368 KUHP (Pemerasan): Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum memaksa orang lain menyerahkan barang dengan ancaman kekerasan, diancam pidana penjara maksimal 9 tahun.
- Pasal 365 KUHP (Pencurian dengan Kekerasan): Jika dilakukan oleh dua orang atau lebih dan disertai kekerasan, pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 12 tahun.
- Pasal 55 KUHP (Turut serta dalam tindak pidana): Siapa pun yang membantu atau memfasilitasi tindak pidana bisa dihukum seperti pelaku utama.
TNI Tegas: Tak Ada Tempat bagi Oknum
Kodam V/Brawijaya menegaskan akan memproses hukum siapa pun yang terlibat, termasuk jika terbukti ada oknum Pomdam yang memberi perlindungan terhadap para pelaku.
“Institusi militer bukan alat untuk kepentingan pribadi atau kelompok preman. Negara tidak boleh tunduk pada praktik ilegal berkedok penagihan,” tegas Kapendam V/Brawijaya.
Ditekankan pula bahwa penyitaan kendaraan bermasalah secara hukum hanya boleh dilakukan oleh juru sita pengadilan, bukan oleh pihak swasta atau debt collector tanpa dasar hukum.
Keadilan untuk Semua
Masyarakat diimbau untuk tidak takut melaporkan praktik penagihan utang yang melanggar hukum. Intimidasi dan perampasan di jalan adalah bentuk kriminalitas yang harus diberantas, siapa pun pelakunya dan siapa pun backing-nya.
Kasus ini tengah menjadi sorotan publik setelah video kejadian viral di media sosial. Gelombang desakan agar pelaku dijerat secara hukum semakin besar. Publik berharap, ketegasan aparat menjadi penanda berakhirnya praktik premanisme berkedok penagihan utang.
jurnalis : DD99