NGAWI,BUSERJATIM.COM – SMA Negeri 2 Ngawi yang selama ini dikenal sebagai salah satu sekolah favorit, kini menjadi sorotan publik menyusul beredarnya rumor mengenai pungutan yang memberatkan orang tua siswa. Beberapa pungutan yang disebutkan mencakup dana komite sebesar Rp 3,5 juta yang harus diangsur selama masa pendidikan, biaya pembelian seragam sekolah yang mencapai Rp 2,8 juta, serta praktik jual beli kursi dengan nominal bervariasi antara Rp 3 juta hingga Rp 10 juta. Selain itu, terdapat laporan mengenai pungutan lain yang belum teridentifikasi.
Kekhawatiran muncul di kalangan orang tua siswa, yang merasa bahwa pungutan-pungutan ini melanggar ketentuan yang sudah ada. Dalam hal ini, dugaan pungutan liar (pungli) menjadi isu sentral, karena dianggap sebagai pelanggaran terhadap dasar hukum yang berlaku.
Ketika dikonfirmasi, pihak sekolah melalui Kepala Sekolah SMAN 2 Ngawi Makmun Fatoni, menegaskan bahwa mereka tidak membenarkan adanya pungutan yang dituduhkan. Namun, pernyataan ini belum sepenuhnya mampu meredakan keresahan yang berkembang di masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 50 Tahun 2022, diatur bahwa sekolah dilarang mewajibkan orang tua atau wali siswa untuk membeli seragam baru setiap kali ada kenaikan kelas atau saat penerimaan siswa baru. Selain itu, penjualan bahan atau baju seragam oleh sekolah juga dilarang. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi beban finansial orang tua dan menjamin kesetaraan di antara siswa.
Menanggapi isu ini, masyarakat mendesak agar pemerintah daerah dan dinas pendidikan setempat segera melakukan investigasi untuk memastikan apakah pungutan-pungutan yang diterapkan di SMA Negeri 2 Ngawi melanggar ketentuan yang ada. Langkah ini dianggap penting untuk menjaga hak-hak orang tua siswa dan mencegah adanya pihak yang dirugikan. Kejelasan dan transparansi diperlukan agar pendidikan yang seharusnya aksesibel bagi semua tetap terjaga.