Dunia internasional setiap 26 Agustus merayakan Hari Kesetaraan Perempuan. Ada ketimpangan dalam pendidikan dan pelatihan teknologi yang acap lebih menyasar laki-laki.
Di bulan Agustus ada dua tanggal penting berkait dengan teknologi dan perempuan yang diperingati setiap tahun. Di dalam negeri, tanggal 10 Agustus diperingati sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional. Sementara itu, dunia internasional merayakan Hari Kesetaraan Perempuan setiap tanggal 26 Agustus.
Kenyataannya, hubungan antara perempuan dan literasi digital masih jauh dari ideal. Dalam pendidikan dan pelatihan teknologi, terjadi ketimpangan antara laki-laki dan perempuan di mana pelatihan yang dilaksanakan lebih menyasar laki-laki ketimbang perempuan dengan anggapan bahwa laki-laki lebih menguasai teknologi. Selain itu, terdapat kesenjangan dalam pendapatan dan kesempatan kerja dalam dunia teknologi
Padahal menurut Survei Indeks Literasi Digital Nasional 2021, persentase perempuan yang menggunakan internet lebih tinggi daripada laki-laki, yaitu 56,6%. Angka tersebut menunjukkan bahwa perempuan Indonesia telah memiliki akses ke teknologi dan saat ini sedang bermigrasi dan bertransformasi secara digital (https://apjii.or.id/berita/d/survei-apjii-pengguna-internet-di-indonesia-tembus-215-juta-orang).
Kemajuan teknologi komunikasi menjadi enabler bagi perempuan untuk melakukan berbagai aktivitas. Mulai dari mengerjakan tugas kantor, berjualan secara daring, menggerakkan masyarakat atau komunitas melalui media sosial, hingga mencari informasi soal gizi atau pendidikan anak.
Sejalan dengan program prioritas yang ada di dalam peta jalan Making Indonesia 4.0, Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) menggandeng pihak swasta yang bergerak di bidang teknologi informasi dan komunikasi untuk mencetak talenta serta pemimpin digital perempuan di tanah air.
Kolaborasi yang dikukuhkan dalam penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Kementerian PPPA dan perusahaan teknologi Huawei Indonesia, terdiri dari dua bidang. Pertama, peningkatan literasi dan kecakapan digital bagi perempuan dan anak. Kedua, peningkatan akses terhadap internet aman dan perangkat digital bagi perempuan dan anak.
Dua kegiatan tersebut sejalan dengan langkah pemerintah untuk bisa menyediakan ekosistem serta ruang digital yang aman bagi seluruh gender dan ramah anak. Ke depan, kolaborasi swasta dan pemerintah dalam menciptakan ruang digital yang aman dan inklusif akan berpengaruh pada peningkatan peran perempuan di ekosistem baru ini.
Tak hanya menghadirkan akses setara, harapannya para perempuan juga bisa ikut berkontribusi pada ekonomi digital di Indonesia yang tengah berkembang pesat dalam beberapa waktu terakhir.
Perempuan Harus Melek Digital
Sektor UMKM, yang merupakan tulang punggung perekonomian nasional di Indonesia, di mana 64,5 persen atau 37 juta pelaku UMKM dari 65,4 juta UMKM di Indonesia adalah perempuan. Dengan adanya teknologi digital saat ini, perempuan memiliki kesetaraan gender sebagai pencari nafkah keluarga.
Perangkat yang canggih seperti ponsel pintar dan platform digital seperti Instagram, TikTok dan Shopee sangat mendukung perempuan untuk semakin berdaya di era ekonomi digital. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan, keterlibatan perempuan generasi saat ini dan selanjutnya dalam bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) sangat penting untuk memajukan Indonesia.
“Bidang STEM adalah bidang pembangunan yang sangat strategis di mana otomatisasi dan digitalisasi yang berpengaruh terhadap hidup perempuan. Oleh karena itu, perempuan harus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di bidang digitalisasi,” kata Menteri I Gusti, dikutip Antara, Selasa (16/5/2023).
Partisipasi perempuan Indonesia pada tingkat pendidikan tinggi di bidang STEM cukup tinggi. Namun, hanya sedikit menekuni bidang ini di dunia kerja. Hanya 2 dari 10 perempuan memilih berkarier secara professional di industri STEM. Dan, hanya 3 dari 10 perempuan yang menjadi peneliti di bidang STEM.
Mengutip hasil penelitian UNESCO, 50 persen perempuan kurang tertarik bekerja di bidang STEM karena kuatnya dominasi laki-laki. Selain itu, 61 persen perempuan mempertimbangkan stereotipe gender saat mencari kerja.
Data UNESCO dalam International Labour Organization (ILO) pada Juni 2020 menyebut, perempuan di Indonesia yang lulus dari pendidikan STEM telah menyentuh angka 37 persen. Akan tetapi, angka ini masih lebih rendah dibandingkan lulusan laki-laki, yaitu 63 persen.
Perempuan juga masih tertinggal dalam kesempatan memperoleh dan mengakses informasi. Dalam penggunaan telepon seluler dan penggunaan internet menunjukkan adanya kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Menurut data BPS pada 2020, persentase penggunaan internet perempuan pada tahun 2022 sebesar 54,70 persen sedangkan laki-laki 60,40 persen.
Untuk itu, Kementerian PPPA mendorong perempuan di Indonesia untuk mendalami serta berprofesi di bidang STEM dengan memprakarsai Kartini Digital-Perempuan Indonesia Berbudaya di Dunia Digital. Kartini digital dimaksudkan untuk meneruskan perjuangan hak-hak perempuan pada era digital, khususnya lewat meningkatkan peran serta perempuan dalam membangun ekosistem digital Indonesia yang lebih inklusif, berdampak kepada seluruh masyarakat, dan aman.
Beberapa indikator menunjukkan bahwa Indonesia sudah bergerak menuju kesetaraan gender. Namun, masih ada sejumlah bidang yang dapat ditingkatkan, antara lain pemberdayaan perempuan yang diwujudkan melalui kesempatan-kesempatan lebih besar bagi perempuan untuk berkarya di posisi kepemimpinan serta pengambilan keputusan.
“Literasi digital tidak lagi menjadi pilihan, melainkan suatu keharusan. Melalui program Kartini Digital, diharapkan dapat tercipta Kartini baru yang terus menggelorakan semangat kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dari masa ke masa, termasuk pada era digital yang menghadirkan tantangan dan peluangnya tersendiri,” ujar Menteri PPPA di Jakarta, Rabu (17/5/2023).
Sementara itu Lenny N Rosalin, Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian PPPA, berharap agar “Kartini Digital” mampu memberikan terobosan bagi perempuan Indonesia agar makin berdaya di dunia digital. Dikatakan Lenny, Kementerian PPPA berkomitmen untuk mendukung perempuan Indonesia dalam meningkatkan kompetensi dan kesejahteraannya melalui teknologi digital secara positif, santun, dan aman.
Kementerian PPPA mendorong segenap pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri dan penyedia solusi TIK untuk ikut serta mencetak perempuan generasi modern yang cakap dan mumpuni. Sebab, perempuan melek digital bukanlah suatu pilihan, melainkan suatu keharusan di tengah era globalisasi saat ini.
Pada kesempatan itu, Guo Hailong, CEO of Huawei Indonesia, menyampaikan bahwa program Kartini Digital yang diprakarsai Kementerian PPPA selaras dengan nilai-nilai perusahaan dan patut didukung demi membangun masa depan indonesia digital yang berkeadilan serta menyejahterakan semua. Ia juga menyampaikan Huawei memberikan dukungan terhadap program Kartini Digital, untuk melatih 100 ribu talenta digital Indonesia.