Bendesa adat Sudaji, Mengapresiasi Keberadaan Yayasan Padukuhan Sri Chandra Bhaerawa.

BUSERJATIM.COM–

Singaraja, Yayasan Padukuhan Sri Chandra Bhaerawa memberikan Dharma Shanti sekaligus Dharma Tula Suksmaning Kepemangkuan, Uperengga Upacara Yadnya di Desa Adat Sudaji, Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng kota Singaraja pada hari Minggu, (2/4/2023) pagi.

Ida Pandita Dukuh Celagi Daksa Dharma Kirti selaku pembina yayasan didampingi Ketua yayasan Padukuhan Sri Chandra Bhaerawa Ir.Jero Mangku Ketut Suryadi menjelaskan, bahwa tujuan dari Yadnya adalah untuk mencapai kebahagiaan baik lahir maupun bathin.

Sebelum beliau melanjutkan, bahwa di dalam ajaran Kabodan ada 3 bentuk rambut yang di muliakan yakni

  1. Magotro : angaras bahu
  2. Amondi. : Megundul / maplontos
  3. Angore    : Megambahan
    Sesuai dengan perintah Ida Nabe, beliau ( Ida Dukuh Celagi) ngagem Angore (Megambahan).

Pada dasarnya seorang pemangku itu adalah seorang pelayan umat, demikian juga Seorang sulinggih juga seorang pelayan umat. Oleh karenanya disiplin, kejujuran, kelengkapan dan ketepatan waktu hendaknya menjadi perhatian yang utama.

“Pandangan masyarakat, bahwa Pemangku itu seperti mini market. Kalau sulinggih di pandang seperti super market (serba ada). Oleh karena kita harus banyak belajar. Mulai dari mepuja, dudonan upacara dan lainnya,” Ungkapnya.

“Dan jangan sekali-kali mengutuk diri dengan ucapan. Karena ucapan itu adalah doa. Contoh (tyang nak kari belog, ten uning napi. Lebih baik sampaikan tyang kari melajah),” Terangnya sembari mengingatkan Pemangku wajib memiliki Guru.

Menurut beliau “Puja” itu ibarat mimis dalam sebuah senapan. Itulah sebabnya puja itu harus dihapal dan dilakukan berulang-ulang dengan berata, upawasa dan samadi.

Namun dalam pelaksanaan suatu upacara Puja memiliki urutan nomor 2 setelah Dudonan suatu Upacara. Jika dudonan suatu upacara bagus sesuai dengan sastra dipastikan upacara yadnya tersebut akan berjalan indah.

Hidup adalah putaran karma, itulah sebabnya kita harus selalu berbuat baik dalam membayar utang karma dengan mengurangi perbuatan jahat. Bisa hidup sebagai insan Ida Sanghyang Widhi yang paling utama dalam ciptaannya adalah sesuatu keberuntungan. Pasalnya saat hidup inilah kita bisa membayar hutang karma.

Beliau juga mengajak para pemangku (Pinandita) bisa menjadi damar, menjadi penerang di masyarakat dengan cara selalu belajar dan berlatih membesarkan sinar damar (lampu dalam diri) sehingga keadaan menjadi terang, dan penyejuk bagi umat beragama.

“Nyalakan damar kita, sinarnya yang terang inilah yang akan didekati oleh Dedalu (sejenis serangga), bukan sebaliknya Damar (lampu) mencari Dedalu,” Sebutnya.

Dengan begitu, bukan saja kita yang merasakan damai, namun keluarga, sanak saudara dan tetangga serta masyarakat merasa bahagia sesuai visi dan misi tujuan suatu yadnya.

Kemudian yadnya menurut beliau dapat dibedakan menjadi 2 yakni Yadnya Pribadi dan yadnya masyarakat yang didasari atas
1.ketulus iklasan. Bila punya dana, dana yang diiklaskan tak perlu dicatat
dan kalau tak punya dana, tetapi punya  tenaga yadnyakan tenaga dengan ikhlas kalau tidak punya dana dan tenaga rastityang atau doakan yadnya tersebut dengan baik.

“Jangan ada keinginan menggagalkan suatu yadny atau nyari untung dalam suatu upacara yadnya penderitaan hasilnya,” Tegas Ida Dukuh Celagi panggilan akrab beliau.

  1. Sastra. Jangan hanya berdasarkan dresta. Desa mawecara. Lengkapi dengan satra yang di sebut pelutuk.
  2. Sesuai kemampuan (yadnya pribadi) dan kesepakatan (Yadnya masyarakat).

“Ikuti dresta utawi desa kala patra lengkapi dengan sastra, sekali lagi mari perbanyak kebaikan, kurangi kejahatan dan sucikan bathin” Pesannya yang di lanjutkan dengan tanya jawab yang ditutup dengan dana buku dan Wastra (Kampuh) oleh ketua yayasan Jero Mangku Ketut Suryadi yang di terima oleh ketua paguyuban Pemangku Desa Adat Sudaji jero Mangku Dapet
(BBS/Red)

(Suyasa/red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *