Matamaja Group//Pengunjung salah satu “keajaiban dunia”, Candi Borobudur, di Magelang, Jawa Tengah, tahun ini akan mendapatkan pengalaman yang berbeda. Tak hanya melihat candi, tapi disuguhi pengalaman relaksasi dan edukasi.
Masa pandemi Covid-19 membuat pemerintah ada waktu untuk menyeimbangkan kepentingan pariwisata dan pelindungan cagar budaya. Apalagi candi yang dibangun di masa Wangsa Syailendra pada abad ke-8 hingga 9 ini sudah dimasukkan UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia.
Kawasan candi Buddha terbesar di dunia tersebut ditetapkan pemerintah sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Superprioritas. Situs ini memang bukan saja destinasi nasional, melainkan juga dunia. Sampai 2019, Borobudur masih menarik pengunjung sedikitnya 3 juta lebih wisatawan, di antaranya dua ratus ribu lebih turis asing.
Oleh karena itu, pemerintah sejak beberapa tahun terakhir terus mengembangkan kawasan Borobudur. Tidak hanya sekitar Kabupaten Magelang, namun juga Kota Yogyakarta, Surakarta, dan Semarang. Mengingat akses pintu masuk transportasi utama via udara dan darat ada di kota-kota itu. Akomodasi bagi pelancong yang cukup lengkap juga turut mendukung pariwisata di kawasan Borobudur.
Seiring dengan itu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyiapkan paket edukasi dan konservasi Candi Borobudur. Paket ini dinamakan Borobudur Trail of Civilization (BToC). Paket ini terinspirasi dari relief-relief yang terpatri di dinding Candi Borobudur. Narasi dari relief tersebut banyak menceritakan soal kehidupan masyarakat Jawa kala itu.
Paket inilah yang dirasakan 22 delegasi yang berasal dari negara anggota ASEAN, negara mitra seperti ASEAN Plus Three, India, Rusia, ASEAN NTO’s yang dijamu oleh Menparekraf Sandiaga pada Minggu (5/2/2023). Kegiatan ini adalah bagian dari rangkaian ASEAN Tourism Forum (ATF) 2023 yang berlangsung pada 2 hingga 5 Februari 2023 di Yogyakarta.
Kali ini, Kemenparekraf bersama Traveloka membawa para delegasi untuk merasakan langsung pengalaman menjajal tiga dari sembilan paket tur tematik yang ada dalam Borobudur Trail of Civilization. Di antaranya, wisata kebugaran, kerajinan tangan atau kriya, serta menggali jejak peradaban melalui musik dan seni karawitan sebagai salah satu unsur budaya Jawa yang dimiliki Nusantara.
“Inisiatif ini bertujuan untuk menggabungkan pengalaman dan pengetahuan mengenai Candi Borobudur. Sekaligus mempromosikkan pariwisata yang lebih berkelanjutan dan inklusif di kawasan Borobudur. Mengapa inklusif? Karena melibatkan masyarakat sekitar. Juga menyentuh segala aspek mulai dari ekonomi, lingkungan, sosial, dan budaya. Kehadiran BToC membuat perjalanan wisata semakin menyenangkan sekaligus melestarikan warisan budaya Borobudur,” kata Menparekraf Sandiaga Uno.
Dimulai dengan Yoga Diakhiri di Candi
Seperti dilansir laman Kemenparekraf, agenda BToC diawali dengan melakukan rangkaian gerakan yoga guna menjaga tubuh dan jiwa agar tetap sehat dan bugar. Yoga juga mengajarkan cara mengelola serenity and spirituality saat melihat langsung kemegahan Candi Borobudur dari Puncak Bukit Dagi. Suasana yoga semakin sejuk karena dikelilingi pohon pinus.
Para delegasi ATF 2023 itu sangat antusias melakukan seluruh gerakan yoga yang diperagakan oleh instruktur. Karena beberapa delegasi yang hadir mengaku belum pernah melakukan yoga sebelumnya. Seperti delegasi dari Laos dan Vietnam.
Seusai yoga, delegasi melepas penat sembari menikmati menu sarapan bergaya piknik dan cerita peradaban yang ada pada relief Borobudur. Santap pagi terasa lebih istimewa karena dimanjakan dengan panorama Candi Borobudur yang diselimuti oleh kabut.
Kemudian Menparekraf Sandiaga dan para delegasi bergerak menuju Balai Ekonomi Desa (Balkondes) Majaksingi untuk melanjutkan aktivitas berikutnya. Yakni pijat tradisional dan refleksi sambil mencicipi aneka minuman herbal.
Di lokasi ini juga dihadirkan sejumlah lokakarya yang memperkaya pengalaman delegasi selama berada di Indonesia. Mulai dari membatik, membuat gerabah, hingga anyaman bambu.
Yang menarik juga para delegasi diajak untuk mencoba permainan tradisional gangsing dan kitiran yang terbuat dari bambu. Mereka pun sangat antusias bermain bersama.
Sensasi berbeda dirasakan delegasi ketika diajak berkeliling desa di sekitar wilayah Borobudur yang eksotis dengan VW Cabrio. Ini menjadi atraksi wisata yang sayang jika dilewatkan. Pemandangan hamparan sawah dengan latar belakang Bukit Menoreh serta Gunung Merapi membuat siapapun yang melihat terpesona dengan keindahannya.
Agenda ditutup dengan kunjungan ke Candi Borobudur. Perasaan takjub terlihat dari mimik wajah tiap delegasi. Tak sedikit dari mereka yang mengabadikan momen tersebut di gawai masing-masing.
Saat mengunjungi candi, tak lupa, para delegasi juga mengenakan Upanat. Yakni sandal khusus yang disiapkan untuk menaiki struktur Candi Borobudur.
Terbuat dari anyaman daun pandan, sandal ini dapat mendukung upaya mencegah peningkatan tingkat keausan batu candi. Khususnya pada bagian batu tangga dan batu lantai. Upanat sebagai properti wajib pengunjung Borobudur merupakan produksi UMKM lokal yang dikelola warga Desa Majaksingi.
Menurut Sandiaga, pola perjalanan pariwisata ini merupakan produk wisata budaya yang dikemas menjadi destinasi berkualitas.
Program BToC diperuntukkan bagi wisatawan agar tetap menjaga kelestarian Candi Borobudur dan menjaga carrying capacity candi yang hanya mampu menampung maksimal 1.200 wisatawan per hari, sesuai saran UNESCO. Untuk itu pihaknya mendorong wisatawan untuk berwisata ke Balkondes yang berada di kawasan sekitar candi.
Kesembilan subtema BToC tersebut dikembangkan oleh masyarakat lokal melalui 16 Balai Ekonomi Desa (Balkondes) yang sejak 2017 mendapatkan dukungan dari BUMN. Seperti aktivitas waluku atau bajak sawah yang digarap di Desa Karangrejo, serta Sudhana Manohara di Desa Wanurejo, serta Wringin Putih yang menampilkan pagelaran tari dan makan malam romantis.
Lantas ada paket Tropical flora’s wonderland berupa trekking dan pendakian gunung yang ada di Desa Ngadiharjo, Giri Tengah, Wringin Putih, Bigaran, dan Giri Purno. Ada pula aktivitas terapi pijat, yoga, meramu jamu tradisional, bermain wayang, dongeng anak, memahat batu, membatik, membuat gerabah, berkemah, hingga bermain gamelan dan alat musik lainnya.
Sembilan subtema itu secara umum meliputi Jataka (binatang), flora fauna, skill hands, berupa kerajinan gerabah dan batik, lalu menyusuri sungai, panahan, kebugaran, pengamatan bintang, waluku, gastronomi, dan manohara (pergelaran tari dan makan malam romantis). Paket BToC tersebut sudah diujicobakan sejak 2021 dan diharapkan sudah bisa diluncurkan secara resmi pada tahun ini.
Untuk informasi lebih lanjut serta eksplorasi paket wisata BToC, dapat ditemui melalui laman resmi BToC yakni http://borobudurtrail.com/. (infopublik.id)
Artikel ini tayang di jaringan media Matamaja Group (Buser Group)